JAKARTA - Ancaman Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Gamawan Fauzi yang akan memecat kepala daerah yang ikut menolak kenaikan harga BBM, menuai banyak protes dari kalangan DPR. Bahkan, sikap Gamawan dinilai hanya cari muka pada Presiden SBY saja.
“Pak Mendagri, untuk urusan ini saya sarankan tidak usah pasang badan, kalau hanya untuk mencari muka di depan Pak SBY. Saya harap Pak Mendagri hati-hati. Kalau Anda mau bicara bisa memecat gubernur dan walikota seenaknya hanya karena berbeda pendapat dengan pemerintah maka atur dulu dalam sebuah UU,” kata Wakil Ketua Komisi II DPR Ganjar Pranowo, di Gedung DPR, Senayan, kemarin (28/3).
Politisi PDIP ini menilai ancaman Mendagri tidak berdasar. Seharusnya, ucapan ataupun ancaman seorang menteri harus berdasar pada aturan atau Undang-undang yang berlaku. Karena menurut Ganjar, tidak ada peraturan pemerintah (PP) yang mengatur tentang perbedaan pendapat antara pemerintah pusat dan kepala daerah. Namun dalam PP tersebut hanya peringatan, bukan pemecatan. “PP yang dikeluarkan itu sifatnya sanksi gradual. Yaitu peringatan, bukan main pecat,” ujarnya.
Protes serupa juga itu disampaikan Wakil Ketua DPR dari Fraksi Golkar, Priyo Budi Santoso. Menurut dia, Mendagri tidak perlu mengeluarkan ancaman seperti itu, karena pernyataan tersebut bisa kontraproduktif. “Iya itu tidak perlu. Nanti malah akan berdebat UU,” kata Priyo kepada INDOPOS (Grup JPNN), kemarin.
Lebih baik, kata dia, Gamawan lebih dulu mengirim surat edaran dengan maklumat yang jelas dan tegas kepada para kepala daerah. Bukannya malah mengeluarkan ancaman seperti itu. “Saya sarankan, Mendagri buat surat edaran dengan maklumat yang jelas dan tegas yang ditujukan kepada kepala daerah, gubernur walikota, dan bupati di seluruh Indonesia,” ungkapnya.
Menurut Priyo, surat tersebut mengenai etika pemerintahan bahwa pemerintahan kita itu dari nasional hingga daerah satu tanpa melihat etnis, budaya, suku, ras dan atribut tertentu. “Ketika sudah disumpah maka harus tunduk dengan pemerintahan. Kan banyak bahasa dan cara yang lebih elegan ketika ingin menghimbau pada kepala-kepala daerah, ” tegasnya.
Sementara anggota Komisi III DPR Eva Kusuma Sundari meminta Mendagri untuk tidak sewenang-wenang memecat kepala daerah yang mengunakan hak pribadinya menyampaikan aspirasinya, bergabung dengan masyarakat menolak kenaikan BBM. “Sekarang ini era demokrasi, saat akses dan kontrol sipil/rakyat terhadap keputusan publik semakin besar,” kata Eva.
Politisi PDIP ini bahkan meminta Gamawan memahami bahwa para pemimpin daerah tersebut adalah pemimpin politik yang dipilih langsung oleh rakyat, yang konsekwensinya kemudian adalah pemangku fungsi birokrat.
Karena itu, kata dia, Mendagri tidak bisa memecat kepala daerah secara sewenang-wenang. “Itu sudah ada aturannya yakni UU 32 tahun 2004), yaitu atas usulan DPRD setempat. Itu pun ada alasan-alasan yang berkaitan dengan keterlibatan dengan tindak pidana (korupsi, pidana berat, berhalangan tetap dll) tetap berperan. Sehingga penyambung lidah rakyat, tidak termasuk di dalamnya,” terang politisi perempuan dari PDIP ini.
Eva mengatakan, memecat penguasa daerah pun, bukan wewenang eksklusif Mendagri, tetapi ada proses hukum dan politik di daerah. Karena itu dia menilai sikap Mendagri seperti itu mengingatkan sikap kolonial Belanda yang menghukum Sukarno karena memperjuangkan aspirasi rakyat.
“Selain itu, pengambilan keputusan soal penaikan harga BBM masih belum final. Belum menjadi keputusan politik pemerintah pusat, karena masih dalamk proses permintaan persetujuan DPR,” ujarnya.
Menurut dia, dalam otonomi daerah, penguasa daerah yang paling tahu kebutuhan dan realitas rakyat yang dipimpinnya. Sebab mereka para pemimpin berada di tengah-tengah rakyat. Bahkan kedekatan dengan rakyat itulah yang pernah ditunjukkan oleh Gamawan saat masih pro wong cilik, yaitu saat menjadi Gubernur Sumbar yang diusung PDIP saat menolak kenaikan harga BBM tahun 2005.
“Tapi tampaknya, ketika dia berkantor di Kemendagri, telah berjarak dari rakyat dan berbalik ke pro kekuasaan. Padahal dulu Pak Gamawan orang yang paling pro dengan wong cilik,” kata Eva Sundari mengingatkan menteri asal Sumbar itu.
Sebelumnya, Mendagri Gamawan Fauzi menegaskan jika APBN kenaikan BBM disahkan menjadi Undang-undang maka Kepala Daerah yang ikut dalam aksi demonstrasi kenaikan BBM akan dipecat. Pemberhentian Kepala Daerah itu disebut di dalam Undang-undang karena melanggar sumpah jabatan.
“Kalau masih ada lagi demo kepala daerah itu boleh diberhentikan," ujar Gamawan usai menghadiri pembukaan Rapat Kerja Nasional PNPM Mandiri di Hotel Sahid Jaya, Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta Selatan.
Menurut Gamawan, alasan pemberhentian kepala daerah tersebut karena melanggar sumpah jabatan. “Karena kepala daerah bersumpah patuh dan taat kepada peraturan dan perundang-undangan yang berlaku. Itu bunyinya,” terangnya. (dms)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Bisa Mendorong Isu Percepatan Pemilu
Redaktur : Tim Redaksi