jpnn.com - JAKARTA - PDI Perjuangan terus menggulirkan wacana tentang perlunya Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN). Untuk itu, partai pimpinan Megawati Soekarnoputri itu mulai menghimpun berbagai masukan guna menyusun GBHN ideal.
Dalam rangka itu pula Fraksi PDIP MPR menggelar seminar nasional dengan topik Haluan Negara dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia di Universitas Jember (Unej), Sabtu (8/10). Seminar yang digelar di Jember itu merupakan hasil kerja sama FPDIP dengan Pusat Pengkajian Pancasila dan Konstitusi (Puskapsi) Fakultas Hukum Unej.
BACA JUGA: Menhub: Jangan ada Lagi Tukang Kutip!
Pembicara yang hadir adalah mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD, guru besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI) Satya Arinanto, anggota Badan Pengkajian MPR Arief Wibowo, serta Direktur Jenderal Peraturan Perundang-undangan Kementerian Hukum dan HAM Widodo Ekatjahjana.
Ketua Fraksi PDI Perjuangan di MPR saat menyampaikan kata pengantar pada seminar itu mengatakan, amandemen UUD 1945 telah meniadakan GBHN. Di sisi lain, keberadaan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) yang mengacu pada UU Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) ternyata tidak memenuhi kualifikasi sebagai GBHN.
BACA JUGA: Indonesia Bisa Pamer Kekayaan Budaya di Ajang TAFISA
Basarah menuturkan, RPJPN dan RPJMN hanya mengikat jajaran eksekutif. “Namun tidak mengikat penyelenggara negara lainnya seperti lembaga legislatif dan lembaga yudikatif," ujar Basarah sebagaimana dikutip dari siaran pers DPP PDIP.
Sedangkan Mahfud mengatakan, amandemen UUD 1945 untuk mengembalikan GBHN bisa saja dilakukan asalkan ada kesepakatan politik di Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) dan masyarakat. Namun, guru besar hukum tata negara itu juga mengingatkan agar amandemen kelima atas UUD 1945 dilakukan secara terbatas.
BACA JUGA: Jangan Sampai Generasi Mendatang Bungkuk karena Teknologi
“Yaitu terfokus pada isu haluan negara, mengingat isu inilah yang menguat dan dibutuhkan,” katanya.
Ia menambahkan, tidak ada jaminan perubahan pasal-pasal lainnya akan menyempurnakan UUD 1945 yang ada sekarang. “Mengingat konstitusi adalah dokumen hukum sekaligus dokumen politik sehingga hari ini ditetapkan maka hari-hari berikutnya sangat mungkin untuk dikritik," katanya.
Sedangkan Satya mengatakan, Indonesia perlu mencari model ideal haluan negara. Menurutnya, haluan negara di Indonesia dengan melihat kelemahan dan kelebihan model GBHN orde baru di bawah kepemimpinan Soeharto maupun model GBHN era Orde Baru maupun SPPN punya kekurangan dan kelebihan masing-masing.
Namun, Basarah mengatakan bahwa GBHN baru nanti harus berbeda dari yang sudah ada. Ia berharap agar GBHN model baru nanti memuat rumusan pokok kebijakan nasional yang tidak hanya mengikat presiden, tetapi juga MPR, DPR, Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Badan Pemeriksa Keuangan, Mahkamah Agung, MK dan Komisi Yudisial.
Wakil sekretaris jenderal PDIP itu menegaskan, GBHN model baru itu juga tidak berpengaruh pada sistem pemilihan presiden. "Presiden tetap dipilih langsung oleh rakyat, namun dalam merumuskan haluan pemerintahan seperti RPJMN harus berdasarkan kepada GBHN sebagai haluan negara yang dirumuslan oleh MPR," ujarnya.(ara/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Menteri Susi: Harga Kedaulatan Terlalu Murah untuk Dibeli
Redaktur : Tim Redaksi