PDIP Jatim Peringati Kudatuli di Posko Bersejarah

Sabtu, 28 Juli 2018 – 08:45 WIB
Ratusan kader dan simpatisan PDI Perjuangan memperingati peristiwa Kudatuli di Surabaya, Jumat (27/7) malam. Foto: for JPNN.com

jpnn.com, SURABAYA - Ratusan kader, anggota dan simpatisan PDI Perjuangan se-Jatim menghadiri peringatan tragedi kerusuhan 27 Juli 1996 atau yang dikenal dengan peristiwa Kudatuli, di Posko Pandegiling, Surabaya, Jumat (27/7) malam.

Dalam peringatan tragedi yang merupakan sisi kelam kekerasan rezim Orde Baru tersebut, lagu-lagu perjuangan demokrasi dilantunkan oleh Kelompok Penyanyi Jalanan Surabaya, seperti Bongkar dan Bento dari Iwan Fals.

BACA JUGA: Isu Kudatuli jadi Ritual PDIP Sejak SBY Mengalahkan Mega

Refleksi tragedi Kudatuli disampaikan oleh sesepuh PDI Perjuangan Jatim, Pudjo Basuki.

“Posko Pandegiling 223 Surabaya ini menjadi saksi perjuangan rakyat Indonesia memperjuangkan demokrasi di tengah tirani dan cengkeraman kekuatan pemerintahan Orde Baru. Kami bersyukur, hari ini bangunan Indonesia Raya bisa tegak dengan iklim demokrasi yang semakin baik. Itu semua berkat perjuangan rakyat melawan Orde Baru,” ujar Pudjo.

BACA JUGA: Masalahnya di Pak SBY Sendiri, Rakyat Tahu Itu

Posko Pandegiling di Jalan Pandegiling Surabaya, yang dikenal sebagai markas banteng, memang mempunyai sejarah tersendiri. Bila kantor DPP PDI pimpinan Megawati Soekarnoputri di Jakarta diserbu kelompok PDI pimpinan Soerjadi, yang disokong rezim Orde Baru, pada 27 Juli 1996, maka Posko Pandegiling juga menjadi sasaran penyerbuan rezim Orde Baru pada 28 Juli 1996.

Posko Pandegiling bahkan merupakan cikal bakal perjuangan PDI Pro-Mega, yang ditandai dengan berdirinya mimbar bebas, yang akhirnya diikuti dengan Pro-Mega yang ada di Jakarta.

BACA JUGA: Banteng DKI Masih Butuh Sosok Politikus Senior Ini

Di Posko Pandegiling ini pula lahir aksi Cap Jempol Darah Perjuangan Nasional, sebagai manifestasi PDI Pro-Megawati, dalam mencari keadilan dan kebenaran.

"Cap jempol darah adalah simbol perjuangan menegakkan kebenaran, keadilan dan demokrasi. Bagi wong cilik, yang ketika itu terus ditindas, cap jempol darah adalah manifestasi perlawanan kepada rezim yang sewenang-wenang,” kata Pudjo.

Dia juga menyoroti perjalanan reformasi yang sudah kehilangan arah, karena dikendalikan oleh pihak-pihak yang punya kepentingan untuk dirinya sendiri.

Sesepuh PDI Perjuangan yang merupakan mantan Anggota DPR RI, L. Soepomo, mengajak generasi muda PDI Perjuangan untuk mengambil nilai positif peristiwa 27 Juli 1996. "Mari ambil hikmah dari 27 Juli apa yang positif, dan kita tinggalkan yang negatif," katanya.

Soepomo juga menyoroti maraknya kepala daerah dan wakil rakyat yang terjerat korupsi, dan mengajak kader PDI Perjuangan agar tidak sampai tersangkut kasus korupsi. "Kami prihatin dengan maraknya korupsi, dan ini harus jadi perhatian semua agar tidak terlibat kasus korupsi," ujarnya.

Ketua Panitia Peringatan Tragedi 27 Juli 1996, Suwari mengungkapkan, peringatan yang cukup sederhana ini diharapkan mampu mengingatkan dan merefleksikan nilai-nilai perjuangan menegakkan Pancasila, UUD 1945, dan nilai-nilai demokrasi yang telah digali dan dicetuskan para pendiri bangsa. "Semoga yang hadir di sini selalu diingatkan akan nilai-nilai perjuangan 22 tahun lalu," kata Suwari.

Selain refleksi dan doa bersama untuk para pejuang demokrasi, peringatan Kudatuli di Posko Pandegiling ditandai dengan penyalaan lilin, mencium bendera Merah Putih, dan pemotongan tumpeng. (adk/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Hasto Persilakan TGB Masuk PDIP


Redaktur & Reporter : Adek

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag
Kudatuli   PDIP  

Terpopuler