"Alhamdulillah sekarang sudah tiga yang menolak, PDIP, PPP dan Hanura," tegas anggota Komisi I DPR dan Panitia Khusus RUU Kamnas DPR, Sidarto Danusubtoro.
Dijelaskan Sidarto, substansi yang diatur dalam RUU ini tidak memiliki dasar filosofis dan kejelasan rumusan. Dalam RUU ini, tidak mendefinisikan secara jelas apa yang dimaksud dengan ancaman keamanan yang mungkin dihadapi, seperti pada pasal 17.
Menurutnya, ketentuan pasal 17 ini memiliki pengertian yang multitafsir dan kabur terhadap ancaman keamanan. "Tidak ada kejelasan juga terkait penetapan perubahan situasi keamanan seperti penentuan keadaan darurat dan tertib sipil," katanya.
Ia menambahkan, secara keseluruhan, norma ini sangat berbahaya karena tidak ada indikator yang jelas untuk menentukan spektrum dan sasaran ancaman, sehingga masyarakat luas akan sangat potensial menjadi korban.
"Ketidakjelasan dalam menentukan spektrum dan sasaran ancaman, jelas akan memberikan peluang bagi pemegang kekuasaan untuk melakukan abuse of power. Terlebih pengawasan yang dicantumkan dalam pasal 51 RUU Kamnas, juga tidak memiliki indikator yang jelas," kata Sidarto.
Direktur Program Imparsial, Al Araf mengatakan, masih terdapat 40 pasal bermasalah dalam RUU Kamnas. "Paradigma dalam RUU Kamnas sebagaimana kita adalah paradigma yang mengabaikan HSM. Yakni terlihat dari tidak dimasukkannya pasal 28 konstitusi yang mengatur HAM di dalam dasar mengingat RUU," ujarnya di kesempatan itu.
Araf juga mengatakan, RUU Kamnas dapat disalahgunakan oleh kekuasaan atau abuse of power untuk menghadapi kelompok-kelompok yang kritis terhadap kekuasaan.
Menurut Al Araf, atas nama ancaman kamnas dengan kategori menghancurkan nilai moral dan etika bangsa dan ancaman lain-lain (penjelasan pasal 17), maka negara bisa membungkam media yang kritis terhadap kekuasaan, mahasiwa yang melakukan demonstrasi terhadap kekuasaan. Kemudian, lanjut dia, buruh petani yang menuntut hak-haknya kepada negara, aktivis anti korupsi yang membongkar kasus korupsi pemerintah dan aktivis HAM yang mengungkap kasus-kasu pelanggaran HAM dan kelompok sosial lainnya yang kritis terhadap kekuasaan.
"Secara keseluruhan, RUU Kamnas masih memiliki permasalahan secara filosofis, sosiologis maupun yuridis," kata Araf.
Koalisi mendesak agar parlemen mengembalikan RUU Kamnas ke pemerintah karena tidak jelas maksud dan tujuannya. "Mengandung substansi pasal-pasal tambal sulam, pengulangan dan bertentangan dengan Undang-undang lain, serta mengkhianati reformasi dan dapat mengancam kehidupan demokrasi kita," ujarnya.
"Kami minta Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan untuk mengembalikan draft RUU Keamanan Nasional tersebut ke pemerintah," ungkap Araf.
Dalam kesempatan itu juga dihadiri tokoh masyarakat Romo Benny Soesatyo. Benny sependapat bahwa paradigma ancaman di dalam RUU itu tidak jelas, sehingga bisa digunakan oleh kekuasaan. "Ini memberi cek kosong memberangus demokratisasi," ujarnya.
Dia menegaskan, dalam membuat UU juga tidak boleh tumpang tindih. "Kalau undang-undangnya sapu jagat akan rawan penyalahgunaan kekuasaan atau abuse of power," jelasnya. (boy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Mendagri Dilematis Antara Patuhi UU atau Putusan Pengadilan
Redaktur : Tim Redaksi