PDIP Tak Rela Habibie Dicerca di Malaysia

Desak SBY Gunakan Kekuatan Diplomasi RI

Kamis, 13 Desember 2012 – 19:49 WIB
Anggota Komisi I DPR yang juga Ketua Fraksi PDIP DPR, Puan Maharani. Foto: Ayatollah Antoni/JPNN
JAKARTA - PDI Perjuangan akhirnya ikut angkat suara soal hinaan yang dilontarkan bekas Menteri Penerangan Malaysia, Zainudin Maidin kepada Presiden RI ketiga, BJ Habibie. PDIP menganggap pembiaran atas penghinaan terhadap Habibie oleh negara lain bisa menjadi preseden buruk bagi posisi Indonesia di mata dunia.

“Kita tentunya tidak mau bila di kemudian hari, Presiden Indonesia saat ini menerima hinaan dari negara lain. Maka itu sekarang kita tidak boleh membiarkan apa yang terjadi pada Pak Habibie menjadi preseden buruk ke depannya bagi Indonesia sebagai negara yang sejak Kongres Asia-Afrika memiliki posisi terpandang di dunia,” kata Ketua Fraksi PDIP DPR, Puan Maharani di Jakarta, Kamis (13/12).

Karenanya Puan yang juga Ketua DPP PDIP itu mengingatkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk memanfaatkan kekuatan diplomasi luar negeri RI guna memberi pelajaran kepada negara lain yang menghina Indonesia. Puan berharap kunjungan Presiden SBY ke Malaysia yang dijadwalkan pekan depan bisa dimanfaatkan untuk mengoreksi sikap negeri jiran itu yang sudah sering melecehkan Indonesia.

“Kita sebagai negara bangsa tidak bisa diam saja ketika Pak Habibie dihina oleh mantan pejabat negeri lain demi kepentingan politik dalam negerinya sendiri. Ingat bahwa Pak Habibie adalah Presiden ke-3 RI, bukan mantan presiden. Berarti beliau akan selalu jadi tokoh bangsa Indonesia,” ulas Puan yang juga duduk di Komisi I DPR yang membidangi hubungan luar negeri itu.

Ditambahkannya, DPR memang sudah melayangkan nota protes kepada Pemerintah Malaysia atas ulah Zainudin Maidin terhadap Habibie. Namun Puan menganggap nota protes itu belum cukup tanpa upaya serius pemerintah. Meski DPR dan pemerintah punya pandangan politik yang berbeda, katanya, tapi soal menjaga kehormatan harus satu suara. "Dan menurut UU Hubungan Luar Negeri kewenangan pelaksanaan politik luar negeri ada di tangan Presiden dan menteri," kata Puan.

Ditambahkannya, Indonesia memiliki posisi strategis dalam pergaulan dunia karena sudah masuk dalam kelompok negara-negara maju (G-20) dan punya posisi strategis di ASEAN. Karenanya ia berharap penghinaan terhadap Habibie bisa dijadikan salah satu bahasan dalam pertenuan SBY dengan PM Malaysia.

“Bila kita diam saja, noda hitam dalam hubungan Indonesia dengan Malaysia akan terus bertambah dan malah jadi bom waktu. Kita ada persoalan TKI di Malaysia yang masih harus diperkuat perlindungannya. Lalu ada juga perbedaan pendapat tentang warisan budaya seperti Batik, Reog, lagu Rasa Sayange, dan tari pendet. Masalah itu harusnya diselesaikan, bukan dibiarkan,” imbuh Puan.

Seperti diketahui, Zainudin menulis sebuah opini di harian Utusan Malaysia. Dalam tulisan yang dirilis Senin (10/12), Zainuddin menyebut Habibie adalah pengkhianat bangsa dan antek imperialis karena telah melepas Timor Timur dari  Indonesia pada 1999 silam. Zainudin menyampaikan hal itu sebagai respon atas pidato akademik Habibie di depan Dewan Pro Canselor Universitas Syah Alam, Selangor pada 6 Desember lalu. Habibie berpidato dalam forum itu atas undangan Anwar Ibrahim yang kini dikenal sebagai tokoh oposisi Malaysia.(ara/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Ruhut Sebut Timwas Century Berupaya Lengserkan Boediono

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler