Pedagang Toko Kelontong Tegas Tolak PP Kesehatan, Aturan Ini Dinilai Memberatkan

Jumat, 13 September 2024 – 13:17 WIB
Ketum APARSI Suhendro menyampaikan para pedagang toko kelontong tegas menolak PP Kesehatan yang dinilai aturannya memberatkan. Ilustrasi rokok. Foto/Ilustrasi: Bea Cukai.

jpnn.com, JAKARTA - Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 (PP Kesehatan) telah disahkan sebagai aturan turunan dari Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan.

Salah satu pasal yang menjadi perbincangan adalah mengenai pelarangan penjualan produk tembakau dalam radius 200 meter dari sekolah atau area bermain anak.

BACA JUGA: PP Kesehatan Dinilai Merugikan Pengusaha, APINDO Temui Menkes

Usulan pasal ini mendapat penolakan dari berbagai kelompok masyarakat, terutama pemilik toko kelontong dan warung kecil.

Menurut Ketua Umum Asosiasi Pasar Rakyat Seluruh Indonesia (APARSI) Suhendro, penentuan jarak dan radius yang disertakan tidak memiliki alasan yang jelas.

BACA JUGA: Berbagai Asosiasi Tolak PP Kesehatan, Wapres Maruf Amin Tegaskan Hal Ini

Dia juga mempertanyakan bagaimana pengawasan dari pelaksanaan aturan tersebut.

“Kita tegas menolak," tandas Suhendro dalam keterangannya, Jumat (13/9).

Suhendro menegaskan penolakan terhadap PP Kesehatan karena bisa membuat pendapatan pedagang menurun, terlebih saat kondisi ekonomi menurun seperti sekarang ini.

BACA JUGA: Ekonom Sebut PP Kesehatan Berpotensi Menurunkan Penerimaan Negara

"Peraturan itu harus direview oleh pemerintah baru. Prabowo (presiden terpilih) dulu pernah menjadi ketua asosiasi pedagang pasar ya. Jarak 200 meter itu harus dihapus. Aturan kok memberatkan,” tegas Suhendro.

Seperti diketahui, proses penyusunan aturan UU Kesehatan dan PP Kesehatan menimbulkan pro dan kontra.

Meski sejak awal mendapat banyak protes karena prosesnya tidak melibatkan pemangku kepentingan terkait, pengesahan kedua aturan tersebut tetap dilakukan pemerintah.

“Jika terus dipaksakan, peraturan ini akan menjadi beban masa depan bagi pemerintahan baru dan bertentangan dengan visi presiden dan wakil presiden terpilih,” tambah Suhendro.

Senada dengan Suhendro, pemilik toko kelontong di Cianjur bernama Enjang mengatakan aturan tersebut bisa membuat ekonominya makin susah.

Dia mengaku selama berjualan tidak pernah menjual barang yang tidak layak untuk dikonsumsi anak-anak.

Dia menegaskan keberadaan tokonya bukan baru satu atau dua tahun, melainkan sudah puluhan tahun.

Usaha yang dibangunnya selama ini menjadi sumber penghasilan utamanya sehingga aturan-aturan yang menekan, seperti yang tertuang tersebut justru akan berpotensi menurunkan pendapatannya. (mar1/jpnn)

Kamu Sudah Menonton Video Terbaru Berikut ini?


Redaktur & Reporter : Sutresno Wahyudi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler