jpnn.com, BETOAMBARI - Fariani, 51, tidak habis pikir melihat sikap tiga anak kandungnya. Ibu empat anak itupun hanya bisa menangis sambil meratapinya, Selasa (11/4) kemarin.
Di usianya yang sudah setengah abad dan ditinggal suaminya meninggal, dia harus berurusan dengan hukum.
BACA JUGA: Banyak PNS Belum Gajian
Pedihnya lagi, yang memperkarakannya adalah tiga anak kandungnya, yakni AS, 32, NS, 30, dan PW, 22. Pemicunya adalah harta warisan.
“Saya sedih sekali, kecewa, dan malu. Kok anak yang saya lahirkan menggugat harta di saat saya masih hidup. Seberapa besar letak kesalahan sehingga anak saya tega menggugat,” ucap Fariani saat ditemui di kediamannya di Lorong Bombana, Kelurahan Lipu, Kecamatan Betoambari, Sulawesi Tenggara.
BACA JUGA: Anggota DPR Terharu Lihat Persaudaraan Moronene-Bugis
Awal perseteruan ibu dan tiga anak kandung itu terjadi saat Ipda Matta, suami dan ayah dari tiga anaknya itu, meninggal 28 Januari lalu.
Ketiganya yang memang sudah berkeluarga dan tinggal di rumah sendiri sepakat menggugat ibunya yang tinggal di rumah yang ditinggali bersama adik bungsu mereka, RP, 11.
Fariani mengungkapkan, ketiga anaknya menggugat supaya bisa menguasai harta yang ditinggalkan suaminya. Harta tersebut berupa tanah, rumah, dan kendaraan.
“Tidak tahu, kesalahan apa yang saya lakukan sehingga dapat ujian seperti ini,” ungkap perempuan yang bekerja di Dinas Kesehatan Busel itu sembari menghapus air matanya.
Padahal, dia sudah punya rencana membagikan harta yang dikumpulkan bersama almarhum suaminya tersebut kepada empat anaknya. Namun, sebelum rencana itu terlaksana, ternyata anaknya punya pemikiran berbeda.
“Sudah pasti, saya tetap akan bagikan hak mereka. Menjual tanah dan rumah tidak semudah jual gula-gula. Tapi, mereka tidak sabar. Maunya yang jadinya saja,” ucapnya masih dengan nada sedih.
Walaupun kecewa, dia tetap akan mendoakan kebaikan buat ketiga anaknya. “Saya tetap doakan mereka bisa berubah dan sadar. Tidak ada ibu yang mendoakan anaknya yang buruk-buruk,” tuturnya.
Dikonfirmasi secara terpisah, Ketua Majelis Hakim Pengadilah Agama Baubau Mushlih membenarkan adanya gugatan anak terhadap ibu kandung soal harta warisan.
Gugatan itu teregistrasi dengan nomor perkara: 163/pdtg/2017/PA Baubau atas nama Arman Setiawan. Sidang pertama baru digelar Senin (10/4).
Namun, sidang belum masuk pada agenda materi pokok perkara. “Betul, ada gugatan antara anak dan ibu kandung yang masuk,” ujar Mushlih saat ditemui di PA Baubau Selasa (11/4).
Sidang, lanjut dia, dihadiri kedua pihak. Dengan begitu, sesuai Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2016, perkara tersebut dimediasi dulu. “Kalau tidak ada titik temu, baru lanjut sidang ke pokok perkara,” jelasnya.
Lebih jauh Mushlih menjelaskan, harta yang digugat ketiga anak adalah tanah di Bombana, Kota Kendari, dan Baubau masing-masing 2 bidang.
Kemudian 1 bidang tanah di Buton Selatan, 1 rumah di Kendari dan Baubau, 1 mobil Toyota Innova, 4 sepeda motor, serta uang Rp 1 miliar.
“Penggugat merasa punya hak sebagai ahli waris ayah kandungnya. Harta tersebut sekarang masih dikuasai ibu kandungnya,” terangnya.
Menurut dia, saat ini mediator mengupayakan adanya perdamaian kedua pihak. Hasil mediasi itu akan disampaikan di sidang pada Kamis (20/4) mendatang.
“Mediator sementara merencanakan itu. Nanti saat sidang berikutnya, mediator menyampaikan apakah mediasi dilakukan dengan para pihak berhasil atau tidak,” urai Mushlih.
Dia menambahkan, jika mediasi berhasil menyelesaikan perselisihan kedua pihak, akta perdamaian dituangkan dalam putusan majelis hakim.
“Kalau berhasil, dibuatkan laporan bahwa berhasil dengan ketetapan seperti ini. Kalau tidak berhasil, berarti kami lanjutkan perkaranya,” ucapnya.
Sekadar tambahan, anak sulung Fariani, yakni AS selaku inisiator yang memasukkan gugatan di PA Baubau, pernah menjadi pegawai magang di Satpol PP Buton Selatan (Busel).
Sementara itu, NS merupakan seorang ibu rumah tangga dan PW alumnus STPDN yang bertugas di Sekretariat Daerah Kota Baubau.(b/ahi)
Redaktur & Reporter : Budi