"Kami langsung mengamankan yang bersangkutan untuk segera dikirim ke Kejaksaan Tinggi Kalimantan Timur," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Adi Toegarisman kemarin (3/9). Adi mengungkapkan, Marman ditangkap di sebuah rumah makan di Jatiwaringin. Saat ditangkap, Marman tidak melawan. Marman yang sempat kaget dengan kedatangan tim Intelejen tak bisa mengelak dari penangkapan.
Adi menuturkan, penangkapan tersebut merupakan buah dari penelusuran jajaran tim Intelejen Kejagung. Mereka menguntit Marman sejak beberapa bulan terakhir. Dari sejumlah penyadapan, tim lantas mendapat informasi bahwa Marman berada di Jakarta. Tepatnya di sekitar kawasan Jakarta Timur. Saat Minggu malam itu, mereka langsung meluncur ke sebuh rumah makan tempat Marman sedang makan malam. Mereka mendapati Marman sedang makan bersama seorang pengacara. "Tim langsung bergerak menangkap. Yang bersangkutan kooperatif dan langsung kami bawa," katanya.
Mantan Kepala Kejaksaan Tinggi Kepulauan Riau itu menambahkan, Marman langsung dibawa ke Rutan Kejagung. Marman menginap selama sehari. Kemarin (3/9) sore, Marman kemudian dibawa ke Bandara Soekarno-Hatta pada pukul 12.30 untuk menumpang pesawat Lion Air menuju Sangatta. Dia mendapat kawalan ketat dari tim Intelejen sampai diserahkan ke Kejaksaan Tinggi Kalimantan Timur.
Rombongan mendarat di Sangatta sekitar pukul 16.00. Rombongan lantas melanjutkan dengan jalur darat sampai ke Samarinda untuk diserahkan ke Kejati Kaltim. "Pengawalan terus kami lakukan sampai yang bersangkutan sampai ke tangan jaksa yang menjadikannya DPO (daftar pencarian orang, Red.)," kata Adi.
Marman resmi masuk daftar pencarian orang (DPO) Kejati Kaltim sejak 13 Juli lalu. Dia sudah tiga kali mangkir saat dipanggil jaksa eksekutor ketika hendak mengeksekusi dirinya. Padahal, putusan kasasi Mahkamah Agung (MA) menyatakan Marman terbukti bersalah dalam kasus korupsi dana operasional DPRD Kutai Timur tahun anggaran 2005 senilai Rp 263 juta. Kejati Kaltim lantas meminta bantuan tim Intelejen Kejagung dan memasukkannya dalam DPO.
Putusan Pengadilan Negeri Sangatta sebelumnya membebaskan Mujiono. Jaksa yang tak terima lantas mengajukan kasasi ke MA. Putusan kasasi menyatakan Mujiono bersalah dan dihukum 18 bulan penjara, plus denda Rp 150 juta. "Tugas jaksa adalah mengeksekusi putusan MA. Kalau melarikan diri dari kewajiban hukum, ya harus kita tangkap untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya," kata Adi."(aga)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Saatnya Tambah RS Jiwa untuk Hindari Pemasungan
Redaktur : Tim Redaksi