Hanya, pejabat bersangkutan atau yang menerima parsel harus melapor ke inspektorat mengenai sumber dan nilainya. “Kalau tidak berlebihan tidak masalah, tetapi nantinya pejabat itu wajib melapor. Batasan yang wajar itu nilainya tidak melebihi Rp1 juta,” ungkapnya kepada wartawan.
Eddy mengatakan, idealnya seorang pejabat itu tidak menerima parsel tetapi memberikan bingkisan kepada masyarakat yang membutuhkan. Untuk parsel yang dikirim berdasarkan upaya gratifikasi kepada pejabat, Eddy menegaskan hal itu sebaiknya tidak diterima. “Ada batasan kewajaran terhadap parsel tersebut.,” ujarnya. Dengan melapor ke Inspektorat, tambah Eddy bertujuan agar para pejabat dapat berlaku jujur.
Kebijakan itu, jelas Eddy diberlakukan sebagai upaya mengantisipasi praktik penerimaan gratifikasi. “Hal itu juga telah diatur dalam UU. Kita pun meminta agar pihak inspektorat aktif untuk memantau serta mengawasi laporan yang masuk. Ini juga sebagai kontrol terhadap pejabat,” ungkapnya.
Sementara itu, Sekretaris Daerah Kota Palembang Husni Thamrin mengatakan memberi parsel dan bingkisan itu sudah menjadi budaya masyarakat sehingga tidak bisa dihindarkan. “Itu sudah kultur masyarakat kita. Bahkan, sejak dari nenek dan kakek kita dulu sudah saling member bila saat lebaran,” jelasnya.
Budaya tersebut, tambah Husni adalah upaya untuk saling menghormati. “Saya yakin pejabat yang menerima parsel tersebut tidak mempengaruhi kebijakan tertentu. Banyak yang mengaitkannya dengan gratifikasi tetapi budaya ini sudah lazim,” ungkapnya.
Husni menjelaskan ada perbedaan antara gratifikasi dengan sogokan Hadiah bisa disebut gratifikasi jika pemberian tersebut dilakukan selepas pekerjaan itu selesai. Sedangkan sogokan diberikan sebelum pekerjaan dimulai. “Ini ada aturannya. Kita pun akan berikan pengawasan ketat agar nilai pemberian parsel ini tidak melewati kepatutan yang ditentukan,” pungkasnya.(cj7/ce3)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Simulator SIM di Mataram Berfungsi
Redaktur : Tim Redaksi