”Saya sangat yakin sekali bahwa di situ pusat tempat transaksi seksual, walaupun mereka melakukannya dimana tetapi transaksinya dapat dilakukan disitu,” ujar Toisutta sembari menyayangkan karena hingga saat ini belum ada pihak-pihak yang ‘menggaruk’ pekerja seks jalanan yang diakuinya juga marak di Kota Sorong.
“Pernah dilakukan razia-razia, mereka ditangkap, dibina, lalu dilepas lagi. Menurut saya itu bukan menyelesaikan masalah,”ujar John. Meski diyakni ada transaksi esek-esek di kawasan Tembok ‘Berlin’ namun sampai saat ini pihaknya belum memiliki data kongkrit berapa banyak PSJ yang beroperasi di tempat itu karena belum ada lembaga sosial yang menjangkau mereka.
Disinggung soal lembaga yang harus mewadahi para PSJ, dikatakan, memang harus ditunjang dengan dana yang memadai. ”Kita harus beli rokok, beli minum, kita kan harus ajak berkomunikasi dengan mereka sambil mencari informasi tentang sindikatnya, kalau tidak ditunjang, bagaimana kita mau bekerja,”tandas John Toisutta sembari mengakui, pihaknya pernah melakukan penjajakan tapi tidak berhasil karena masih ada rasa takut dan curiga dari para PSJ.
Lanjut dikatakan, jika cafe di kawasan Tembok itu jadi terang benderang pada malam hari, tentunya mencegah transaksi seks terselubung. “Bukan berarti ini menjawab masalah, karena paraktek ini hanya berpindah lokasi,”tandasnya.
Menurutnya yang terpenting adalah bagaimana peran lembaga sosial masyarakat i dapat memberikan pemahaman kepada para PSJ. ”Artinya kalau tujuan kita memerangi epidemic HIV, kita harus rangkul mereka, bekali mereka dengan pengetahuan dalam artian bahwa, kita tidak bisa melarang orang untuk meninggalkan profesi, tetapi kita mendorong orang untuk harus merubah perilakunya,”pungkasnya.
Secara terpisah, Ketua Komisi B DPRD Kota Sorong Abdul Muthalib, SE berharap Pemkot dalam hal ini Satpol PP segera melakukan penertiban terutama menyangkut penerangan di kawasan Tembok tersebut.
Yakni dengan menyiapkan lampu penerangan minimal 10- 15 Watt dengan memaki genset atau menyurati PLN agar PLN dapat memberikan pelayanan kepada para Pedagang Kaki Lima (PKL) yang jualan di Tembok ‘Berlin’.
Dikatakan Thalib, jika mendapat pelayanan dari PLN, maka penagihan penggunaan listrik langsung kepada Pemerintah Kota dan bukan kepada para PKL. Nantinya PKL membayar kewajibannya melaui restribusi dimana didalamnya juga termasuk biaya penerangan.
Dikatakannya pula, Pemkot semestinya tidak hanya memperhatikan dari sisi penerangan saja. Tetapi bagaimana cafe- cafe tenda tersebut dibuat yang layak dan seragam. “ Kalau kita lihat posisi cafe yang ada di Tembok, sebaiknya dilakukan perbaikan. Misalnya dilakukan pengecoran di daerah Tembok. Membuat tenda dengan ukuran, warna sampai besarannya semua sama sehingga tenda itu yang berada di sana jelas kepada siapa pemiliknya,”ujarnya. Hal ini dikatakan karena sesuai informasi yang diterima ada satu pemilik tenda memiliki 2 sampai dengan 3 tempat dan itu disewakan. (ris)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Kekhawatiran Aksi Teror Sudah Sampai di Sulawesi
Redaktur : Tim Redaksi