jpnn.com - Dua jam sebelum Tahun Baru 2022, puluhan pendaki dan peziarah berkumpul di Pura Pasar Agung, Kabupaten Karangasem, Bali. Di antara pendaki itu ada Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto yang menjejakkan kakinya di ketinggian lebih dari 3.000 meter untuk melafalkan doa.
Fathan Sinaga, Karangasem
BACA JUGA: Simak Prakiraan Cuaca Besok, Warga di Sejumlah Kota Besar Indonesia Wajib Waspada!
HAWA dingin menyelubungi Pura Pasar Agung di Kabupaten Karangasem, Bali, pada malam terakhir 2021. Suhunya sekitar 14 derajat Celsius.
Namun, dingin yang menusuk tulang tak menghalangi puluhan penganut Hindu memenuhi pura yang terletak di Desa Sebudi, Kecamatan Selat, itu. Mereka bersembahyang.
BACA JUGA: Erick Thohir Hadir di Sekolah Partai PDIP, Urusan Pilpres 2024?
Pemimpin doanya ialah Ratu Bhagawan. Dalam persembahyangan itu ada doa untuk Hasto Kristiyanto yang akan segera mendaki Gunung Agung.
Ratu Bhagawan, sosok yang sangat dihormati Hasto, terlihat memegang lonceng. Sesekali dia membunyikan lonceng setelah merapal doa.
BACA JUGA: Elite PDIP Beri Info soal Calon Pangkostrad, Pak Jokowi Tinggal Memutuskan
Selanjutnya, pemuka agama itu memberikan dupa dan memercikkan air kepada para peserta persembahyangan. Bhagawan juga menyematkan beras ke jidat peserta ritual itu.
Hasto mendaki Gunung Agung bersama lima koleganya sesama mahasiswa S3 Universitas Pertahanan (Unhan). Jarum pendek di arloji terus menjauh dari angka 10, sehingga Hasto dan para pendaki lainnya pun bergerak meninggalkan Pura Pasar Agung.
"Semoga pendakian lancar," ujar Hasto yang terlihat membawa ranselnya sendiri.
Beberapa tahun belakangan ini, pria asal Yogyakarta itu selalu melewati pergantian warsa dengan mendaki gunung. "Tujuan pendakian ialah berkontemplasi serta mendoakan bangsa dan negara ini makin maju pada 2022," kata Hasto penuh semangat.
Pendakian pada malam Tahun Baru 2022 itu cukup menantang. Cahaya yang ada sangat minim, sedangkan jalan yang dilalui pun terjal berbatu.
Para pendaki tampak memasang senter di kepala mereka. Oleh karena itu, mereka harus terus menghadap ke bawah untuk memastikan setiap langkah berada di pijakan yang tepat. Salah memilih pijakan berarti mengancam jiwa.
Pada siang hari yang cerah, puncak Gunung Agung di ketinggian 3.142 meter di atas permukaan laut (mdpl) seolah begitu dekat dari Pura Pasar Agung. Lokasi Pura Pasar Agung ada di titik 1.500-an mdpl.
Namun, rute menuju puncak Gunung Agung melalui jalur Pura Pasar Agung sangat terjal. Hasto dan rombongan pendaki langsung mendapati jalur dengan tingkat kemiringan 50 derajat.
Sebelum bergerak, Hasto menyemangati rekan-rekannya. "Merdeka! Satyameva jayate," ucapnya.
Dia mengutip semboyan dalam bahasa Sansekerta yang populer di kalangan kader PDIP itu. Raden Wijaya saat memimpin Majapahit juga pernah mengumandangkan slogan bermakna 'kebenaranlah yang akhirnya menang' itu.
Baru berjalan sekitar 20 menit, Hasto terlihat mengembuskan napas lebih cepat. Keringat bercucuran di kepala pria kelahiran 7 Juli 1966 itu, meski suhu di lereng Gunung Agung begitu dingin.
Setiap mendaki 10 langkah, Hasto beristirahat. Dia mengatur napas untuk meredam detak jantungnya yang makin kencang.
Di depan Hasto ada Bhagawan yang memimpin pendakian. Usia Bhagawan sekitar 65 tahun.
Namun, pria sepuh dengan rambut panjang dan berjenggot itu masih lincah melangkahkan kakinya. Menurut keyakinan warga setempat, ada kekuatan supranatural yang mendorong Bhagawan.
Wajah Hasto pun tampak lelah. Namun, dia harus terus melangkah agar badannya tetap hangat.
Terlalu lama beristirahat di suhu dingin justru akan membuat tubuh drop. Pelan tetapi pasti, Hasto melawan rasa lelah dengan terus melangkahkan kakinya.
Satu jam sudah berlalu. Hasto dan rombongan tiba di pos satu untuk beristirahat sejenak.
Untuk menghimpun tenaga lagi, Hasto membuka tasnya dan mengeluarkan makanan ringan serta minuman. Dia juga membagikan makanan itu ke teman-temannya.
Di ketinggian itu, lampu dari perkampungan dan jalanan di kejauhan tampak berkelap-kelip. Hasto menghela napas, lalu mengucap lirih.
"Begitu kecil manusia itu. Mendaki ini juga merupakan salah satu cara saya mengingat diri bahwa betapa kecilnya diri saya ini," tuturnya.
Sepuluh menit kemudian, mereka beranjak pergi dari pos satu. Jalur pendakian menujuk pos dua makin terjal.
Tanaman di sekitar jalur pendakian pun mulai terbatas. Tak ada lagi pohon yang menjulang tinggi.
Stamina Hasto mulai menurun menuju pos dua itu. Langkah kakinya kian lambat. Jangkauan kakinya pendek-pendek.
Insinyur lulusan Fakultas Teknik Universitas Gajah Mada itu makin sering berhenti. Maju lima langkah ke depan, lalu berhenti sejenak mengambil napas.
"Memang fisik sudah mulai lemah," katanya.
Namun, ada tujuan yang tak menyurutkan keinginan Hasto menginjakkan kakinya di puncak Gunung Agung. Sudah sejak Tahun Baru 2019, bapak dua anak itu selalu mendaki gunung di Bali.
Pandemi Covid-19 justru membuat Hasto kian menggebu saat berbicara tentang mendaki gunung. Menurutnya, mendaki merupakan cara olah tubuh yang jauh dari kerumunan.
"Di gunung, rasanya berkontemplasi, merenung, dan berdoa lebih mendukung. Bagaimana kita menyatu dengan alam dan menjaga pikiran agar tetap sehat," kata Hasto.
Hasto akhirnya tiba di pos dua. Ada pendaki berkemah di pos dua pada malam itu dan membuat api unggun.
Para pendaki yang berkemah itu menyambut Hasto dan rombongan. Syahdan, mereka meriung mengelilingi api unggun di tengah hawa dingin.
Sesekali Hasto menggosokkan kedua telapak tangannya. Ada diskusi dan cerita di antara para pendaki yang tengah menghangatkan diri itu.
Di antara pendaki yang berkemah itu ada yang dari Rusia. Di pos dua itu, Hasto beristirahat sekitar setengah jam.
Setelah itu, Hasto lalu berpamitan untuk melanjutkan pendakiannya menuju puncak. Politikus yang mengawali karier politiknya sebagai tukang ketik di rapat-rapat pengurus PDIP itu ingin melihat matahari terbit atau sunrise dari puncak Gunung Agung.
Jalur pendakian dari pos dua menuju pos tiga juga sangat terjal. Kemiringannya lebih dari 60 derajat, sehingga tak jarang pendaki menapakkan kaki sembari menyentuhkan dahi ke lutut.
Beberapa kali Hasto harus merangkak, bahkan hampir tiarap. Memang jalur menuju puncak Gunung Agung didominasi tebing dan bebatuan.
Ada satu fase jalur menuju puncak yang kemiringannya mendekati 90 derajat. Cara naiknya pun harus memakai tali.
Hap, setelah melewati itu, jalur ke puncak tak begitu terjal. "Ayo, sedikit lagi," kata Hasto menyemangati rekan-rekannya.
Tenaga Hasto makin terkuras. Mantan anggota Komisi VI DPR RI itu juga harus melawan hawa dingin.
Makin tinggi titik pendakian, kian dingin pula hawanya. Tepat pukul 04.45 WITA, Hasto dan rombongan sampai di puncak Gunung Agung.
Matahari belum tampak sepenuhnya. Namun, Pulau Lombok dan Gunung Rinjani terlihat jelas dari puncak Gunung Agung.
Ufuk timur yang awalnya terlihat gelap mulai berwarna jingga. Wajah Hasto tampak berbinar, meski napasnya megap-megap.
Di puncak gunung yang dikeramatkan itu pula Hasto memekikkan sebuah kata. "Merdekaaaaa!".
Sejumlah pendaki juga menyalami Hasto. "Selamat, Adimas. Inilah ciptaan Yang Mahakuasa," kata Bhagawan kepada Hasto.
Selanjutnya, Hasto bersama rombongan duduk untuk memanjatkan doa kepada Sang Pencipta. Hasto bermunajat agar arwah Bung Karno tenang di alam baka.
Lalu, suami Maria Ekowati itu mendoakan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri senantiasa sehat dan terus mendarmabaktikan kehidupannya demi bangsa dan negara.
Tak lupa pula, Hasto memanjatkan doa agar Presiden Joko Widodo diberikan kekuatan untuk melanjutkan perjuangannya memimpin Indonesia.
Pengusul Hak Angket Tolak Impor Beras pada 2006 itu juga mendoakan PDIP dan seluruh kadernya terus berkiprah dalam mengisi kemerdekaan.
Terakhir, doa pamungkas Hasto ialah semoga Indonesia dinaungi kedamaian, ketenteraman, dan mampu menjadi bangsa berdikari.
Setelah sekitar sejam di puncak Gunung Agung, Hasto dan rombongan beranjak turun. Dengan menempuh jalur yang sama ketika mendaki, Hasto melangkahkan kakinya pelan-pelan menuju Pura Pasar Agung.(jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Geliatkan Produktivitas Kopi Nasional, PDIP Gandeng Erick Thohir hingga Siti Nurbaya
Redaktur : Antoni
Reporter : Fathan Sinaga