jpnn.com, JAKARTA - Pengamat maritim Capt. Marcellus Hakeng Jayawibawa menilai pelabuhan PT Karya Citra Nusantara (KCN) di Marunda, Jakarta Utara, bagian penting mewujudkan Indonesia sebagai negara poros maritim dunia 2045.
Menurut dia, peran pelabuhan sangat penting untuk menunjang kegiatan ekonomi dan bisnis, distribusi barang dari daerah atau kota di satu pulau ke tempat lainnya.
BACA JUGA: Semua Proses Kerja di Pelabuhan Kini Bisa Dipantau Melalui Teknologi Digital
"Sehingga peran pelabuhan untuk pengembangan wilayah dan pembangunan ekonomi sangatlah besar perannya," kata Marcellus Hakeng kepada awak media, baru-baru ini.
Sebelumnya, terminal umum pelabuhan KCN yang sudah dikonsesikan ke negara serta sahamnya dimiliki juga oleh negara melalui PT Kawasan Berikat Nusantara dihentikan sementara izin usahanya sejak Juni 2022.
BACA JUGA: Sistem Pelayanan Terintegrasi di Pelabuhan Kini Lebih Ringkas dengan Aplikasi Kipos
Alhasil, segala aktivitas ekonomi di sana terhenti sehingga berimbas pada kerugian berbagai pihak, mulai dari industri pengguna pelabuhan hingga para buruh bongkar muat & pekerja yang menyandarkan hidupnya pada pelabuhan tersebut.
Menanggapi kisruh ini, Capt. Hakeng mengungkapkan, penutupan ini menyebabkan efek domino yang tidak sedikit. Dia mencontohkan, untuk antrean kapal bisa berhari-hari, bahkan berminggu-minggu.
BACA JUGA: KTT G20 Dinilai Mampu Mengantarkan Indonesia Menuju Poros Maritim
"Selain itu, dipastikan banyak orang yang mengalami pemutusan hubungan kerja dari penutupan KCN karena pihak pengusaha kapal, perusahaan bongkar muat, perusahaan truk, perusahaan penyedia alat berat, atau Badan Usaha Pelabuhan tidak sanggup membayar honor mereka,” tutur pendiri dan Dewan Pimpinan Pusat Ahli Keselamatan dan Keamanan Maritim Indonesia (AKKMI).
Senada dengan Capt. Hakeng, salah satu perwakilan Asosiasi Pengguna Jasa Pelabuhan (Penjaspel) Munif mengaku heran atas keputusan penutupan pelabuhan KCN yang vital bagi hajat hidup banyak orang dan telah menyetorkan pajak ke negara s/d Rp 180 miliar.
Menurutnya, kebijakan ini dilakukan sepihak, tanpa ada kajian menyeluruh dari berbagai pemangku kepentingan dan tentang darimana sumber pencemaran udara berasal.
“Terbukti saat ini sudah hampir lima bulan sejak ditutup, ternyata pencemaran debu masih terus terjadi di Rusunawa Marunda, Jakarta Utara," tutur Munif.
Munif juga menyampaikan bahwa Penjaspel masih heran kenapa hingga saat ini Pelabuhan KCN belum dibuka kembali, padahal dari 32 sanksi yang diberikan hanya 1 yang belum dipenuhi, yaitu mengenai pembangunan dinding setinggi 6 meter karena menunggu persetujuan SUDIN LH Jakarta Utara & Dinas LH DKI. (ega/jpnn)
Redaktur & Reporter : Djainab Natalia Saroh