jpnn.com, JAKARTA - Indeks kepuasan masyarakat setelah pemberlakuan proses layanan terintegrasi di pelabuhan berada di angka 85,9 persen.
Layanan terintegrasi itu menjadi bagian dari implementasi Single Submission Quarantine Customs, yang pada tahap awal diberlakukan di 14 pelabuhan.
BACA JUGA: 3 Pelabuhan Diresmikan, Berlibur di Nusa Penida Makin Nyaman
Menurut Kepala Balai Karantina Kelas II Cilegon, Arum Kusnila Dewi, kepuasan pengguna itu berdasarkan dari survei yang digelar pihaknya.
"Kami melakukan survei terhadap 32 perusahaan bahan baku pakan ternak, dan enam perusahaan bahan pangan. Hasilnya memuaskan, masyarakat cukup puas dengan sistem ini," kata Arum dalam webinar Forum Alinea.Id bertajuk 'Tata Ulang Ekosistem Logistik di Pelabuhan'.
BACA JUGA: Tingkatkan Green Port, Pupuk Kaltim Pastikan Tata Kelola Pelabuhan Berwawasan Lingkungan
Sistem pelayanan karantina terintegrasi di kawasan pelabuhan merupakan bagian dari NLE (National Logistic Ecosystem) yang mampu memangkas tujuh dari 10 tahap yang ada.
"Proses yang harus dilalui pascaimplementasi sistem ini tinggal tiga tahap," imbuh Arum.
BACA JUGA: Menhub: 3 Pelabuhan di Danau Toba Siap Diresmikan Presiden
Arum mengungkapkan penerapan pemeriksaan bersama karantina dan bea cukai atau Single Submission Joint Inspection-Quarantine Customs mulai diujicobakan di kawasan pelabuhan di Banten, yakni yaitu Pelabuhan Krakatau International Port (KIP) dan Pelabuhan Pelindo II Banten.
Layanan yang dimulai sejak November 2021 itu berhasil mengatur efisiensi waktu layanan sebesar 75 persen dan efektivitas sebesar 67 persen.
"Untuk sertifikasi, prosesnya juga saat ini paling lama tujuh hari saja. Sebelumnya, proses sertifikasi membutuhkan waktu 21 hari," tutur Arum.
Arum menambahkan ke depan target efektivitas akan menyasar pada peningkatan screening laboratorium.
"Target kami 10% sampai 15% peningkatan perlindungan terhadap kelestarian sumber daya alam hayati hewan dan tumbuhan dari ancaman OPTK/HPHK. Target kami akan melakukan pelatihan untuk sumber daya manusianya dulu," kata dia.
Untuk memuluskan proses integrasi, sambung Arum, pihaknya dibantu instansi dan mitra terkait di kawasan pelabuhan maupun kawasan yang disepakati.
“Koordinasi ini membantu menjalankan tugas dan fungsi kami di pelabuhan akan lebih terintegrasi dan lebih terukur, tertelusur, dan terhitung efektivitas dan efisiensinya,” lanjut Arum.
Layanan dalam Genggaman
Direktur Operasi KIP Cahyo Antarikso menjelaskan, pihaknya mengoptimalkan layanan di pelabuhan dengan memanfaatkan teknologi digital.
Digitalisasi pelayanan ini adalah Smart Port System dengan aplikasi KIPOS atau Krakatau International Port Online Systems.
Aplikasi ini melayani mulai dari perencanaan, billing, administrasi, integrasi hingga operasi. Cahyo mengeklaim amat memerhatikan keluhan pengguna jasa, terutama waktu kapal bersandar tak boleh lebih dua jam.
"Layanan kami berhasil melayani 0,6 sampai 0,9 jam,” jelas Cahyo.
Melalui aplikasi KIPOS, pengguna mendapatkan aneka kemudahan. Antara lain terbebas dari ancaman fraud atau pemalsuan dokumen, pengurusan data operasional lebih efektif, bahkan pengguna layanan bisa memantau pemrosesan di pelabuhan secara realtime saat proses bongkar muat.
Pihaknya menyiapkan kantor pelayanan terpadu satu atap yang berisi pengguna jasa, imigrasi, karantina, dan otoritas pelabuhan.
Hal ini telah meningkatkan produktivitas karena proses lebih cepat, kompetitif, dan bisa membantu operasional hingga detail di lapangan.
Layanan biosekuriti dari karantina, misalnya, semula penyemprotan dilakukan manual yang memakan waktu kini diubah otomatis di dermaga dengan waktu hanya 15 detik.
Truk pengangkut kargo dan tertutup rapat, dia memastikan hama tidak akan ke mana-mana. Hal yang tidak kalah penting, dengan sistem online penuh, telah menutup praktek pungutan liar.
Biaya Logistik Termahal di Asia
Integrasi dinilai penting karena biaya logistik di Indonesia termasuk yang termahal di Asia. Pengamat transportasi Ajiph Razifwan Anwar mengutip data Bank Dunia yang menyebut pada 2018 performa logistik Indonesia berada di urutan ke-49 dari 160 negara. Indonesia juga memperoleh skor 3,15 dengan 5 sebagai skor tertinggi.
"Posisi Indonesia masih berada di bawah kinerja negara-negara ASEAN lainnya seperti Singapura, Malaysia, dan Thailand," kata pengamat dari Masyarakat Transportasi Indonesia itu.
Ajiph melanjutkan, biaya logistik di Indonesia per tahun tercatat sedikitnya Rp1.820 triliun atau setara 24% Pendapatan Domestik Bruto (PDB). Jika dirinci, sebanyak Rp546 triliun merupakan biaya penumpukan barang atau kargo di pelabuhan, Rp1.092 untuk biaya transportasi, dan sisanya sebanyak Rp182 triliun merupakan biaya administrasi.
Menurut Ajiph, tingginya biaya logistik tersebut akibat tidak adanya masterplan logistik nasional, sehingga terjadi inefisiensi distribusi barang.
Selain itu, infrastruktur logistik yang konvensional baik di pelabuhan juga ikut menyumbang tingginya angka biaya logistik.
Pada kesempatan yang sama, Direktur Informasi Kepabeanan dan Cukai Direktorat Jenderal Bea Cukai Kementerian Keuangan, Agus Sudarmadi menjelaskan, pemerintah sudah menargetkan peningkatan kinerja logistik melalui penataan Ekosistem Logistik Nasional (NLE).
Hal itu tertuang dalam Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2020 tentang Penataan Ekosistem Logistik Nasional. "Pemerintah menargetkan biaya logistik bisa kita turunkan menjadi 14% atau 15% per tahun sebelum 2024," kata Agus.
Sistem logistik nasional terdiri dari empat pilar yang mencakup simplifikasi proses bisnis pemerintah, kolaborasi platform logistik, kemudahan pembayaran, serta tata ruang dan infrastruktur.
Agus berharap NLE ini dapat diimplementasikan dengan baik dan terintegrasi. (flo/jpnn)
Redaktur & Reporter : Tim Redaksi