Pelajar Gantung Diri Diduga Idap Asfiksia Autoerotik

Sabtu, 18 Februari 2017 – 23:49 WIB
Ilustrasi POlice line. Foto: AFP

jpnn.com - jpnn.com - Tim Inafis Polrestabes Surabaya membutuhkan waktu sekitar tiga jam untuk mengotopsi jenazah PAR.

Dia adalah pelajar yang ditemukan tewas gantung diri Kamis (16/2) lalu.

BACA JUGA: Priyo Ditemukan Tewas Gantung Diri

Tim itu sempat heran dengan lilitan tali yang menjerat tubuh remaja 17 tahun itu.

Banyak simpul yang ditemukan. Yakni, di pinggang yang menyambung ke selangkangan, alat kelamin, leher, kedua kaki, dan tangan kiri.

BACA JUGA: Baru Setahun Menikah, Cekcok dengan Istri, Gantung Diri

"Tapi, simpulnya itu enggak jadi satu," terang Aiptu Pudji Hardjanto, anggota tim inafis.

Orang yang melihat pertama tentu berasumsi bahwa hal itu bukan bunuh diri.

BACA JUGA: Kenakan Peci dan Genggam Tasbih, Feri Gantung Diri

Lazimnya, hanya ada ikatan di leher pada orang yang gantung diri.

Namun, polisi juga tidak lantas menyimpulkan bahwa PAR dibunuh.

Pudji menjelaskan, pihaknya tidak bisa meninggalkan fakta-fakta di lapangan.

"Pintu dapur dikunci dari dalam. Artinya, korban sendiri yang berinisiatif," katanya.

Berdasar temuan itu, diketahui bahwa korban melepas celananya sebelum masuk ke dapur.

Artinya, dia memang sengaja menanggalkan pakaiannya sebelum tergantung.

Sampai di sini, polisi tetap meyakini bahwa korban gantung diri.

Pertanyaan yang timbul, biasanya orang yang gantung diri cenderung mencari jalan pintas dan cepat.

Tujuannya tidak merasakan sakit. Hal itulah yang tidak ditemukan pada diri korban.

Pudji dkk menemukan adanya tali serupa di kamar korban.

Tali yang biasa dipakai untuk kegiatan Pramuka itu tersimpan di sebuah kotak dokumen.

Tali tersebut sudah terurai. Dia lantas berpikir, korban sangat mungkin pernah melakukan hal yang sama sebelumnya.

Polisi mulai menduga bahwa korban mengidap kelainan seksual.

Sebab, selain fakta-fakta tersebut, mereka fokus menatap lilitan di bagian pinggang.

Lilitan itu membentuk G-string dan mengikat kemaluan dengan kencang.

Dari hasil konsultasi polisi dengan dokter forensik, diduga korban mengidap asfiksia autoerotik.

"Korban merasa menikmati kepuasan saat oksigen yang diterimanya sedikit," beber Pudji.

"Tapi, semua yang kami dapat di TKP dan hasil pemeriksaan ini bersifat dugaan.

Kami tidak menjustifikasi ini benar atau salah," ucap polisi yang sudah menerbitkan sebuah buku berjudul TKP Bicara tersebut.

Kasatreskrim Polrestabes Surabaya AKBP Shinto Silitonga berharap, kasus tersebut menjadi pembelajaran buat semua.

"Kami berharap ada pengawasan orang tua terhadap perkembangan anaknya yang beranjak dewasa," kata Shinto.

Kemarin Jawa Pos mendatangi kediaman korban di Perumahan Wiguna Tengah Gang VIII/31.

Namun, pihak keluarga enggan berkomentar mengenai hasil otopsi tersebut. Mereka beralasan keluarga masih berduka.

"Tidak Mas. Kami sudah tidak melayani wawancara," tutur seorang perempuan berkerudung yang keluar dari rumah.

Secara terpisah, psikiater National Hospital dr Aimee Nugroho SpKJ mengatakan bahwa penderita asfiksia autoerotika jarang berkonsultasi ke medis.

Gangguan seksual itu termasuk dalam golongan parafilia atau perilaku seksual yang objek seksualnya tidak biasa.

"Satu golongan dengan sadomasokis, fetisisme, dan ekshibisionis," jelasnya.

Penyebab adanya gangguan seksual tersebut, lanjut Aimee, tidak diketahui secara pasti. (did/bin/lyn/c6/fal/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Tidak Punya Pekerjaan, Marzuki Gantung Diri


Redaktur & Reporter : Natalia

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler