Pelajaran Semakin Dekat

Rabu, 23 November 2011 – 02:44 WIB

PERILAKU masyarakat di dunia berkembang terus berubahMakin dinamis dan realistis

BACA JUGA: Corrupt Sea Games

Budaya feodalistik yang mendewakan dan menghormati penguasa dan keturunannya secara berlebihan, mendapat koreksi total.

Kini menjadi hal biasa melihat penguasa yang dijatuhkan rakyatnya, baik lewat cara-cara demokrasi (pemilu) maupun demonstrasi, lalu diadili dan dihukum setimpal dengan kejahatan korupsi dan penyalahgunaan wewenang yang dikakukan semasa berkuasa.

Kita tidak pernah membayangkan sebelumnya Saddam Hussein, penguasa Irak yang sangat dominan dan dipuja-puji rakyatnya, berakhir di tiang gantungan sebagai hukuman atas kejahatannya semasa berkuasa.

Nasib Muammar Khaddafi lebih tragis lagi
Pemimpin Libya yang sohor dan ditakuti Barat karena keberaniannya, digelandang rakyatnya di tengah jalan, lalu ditembak hingga mati dan jenasahnya digeletakkan begitu saja di ruang pendingin daging di sebuah supermarket

BACA JUGA: Keajaiban Dunia

Padahal di sisi lain dia berhasil memakmurkan rakyatnya,

Sebelumnya kita menyaksikan Presiden Mesir Hosni Mubarrak dituntut rakyatnya untuk lengser
Semula dia membangkang

BACA JUGA: Suksesnya Sandiwara Kabinet

Mencoba bertahan dengan menggunakan militer sebagai mesin pembunuh rakyatnya yang unjukrasaTapi karena itulah Mubarrak, yang tergolek di ranjang milik rumah sakit, dan anaknya, harus menjalani pengadilan rakyat.

Kawasan Timur Tengah belakangan ini memang seperti sedang memasuki era atau tren mengadili para pemimpin yang menyalahgunakan wewenang untuk memperkaya diri dan keluarganya, seraya melanggar HAM di mana-mana.

Hampir semua media massa di negara kita menyajikan berita-berita dari Timur Tengah itu dengan semangat "untuk dijadikan pelajaran" sekaligus berkaca bagi para pemimpin Indonesia yang sekarang sedang keranjingan korupsiSeolah kalau sudah jadi penguasa, apalagi masuk jaringan Istana, "korupsi menjadi harga mati" yang tak bisa ditawar lagi.

Mungkin karena datangnya dari tempat yang jauh, tragedi penguasa di Timur Tengah yang ramai diberitakan di negeri kita itu, ternyata tak berpengaruh sama sekaliPara penguasa tetap asyik memainkan kebijakan yang melahirkan laba milyaran rupiahJuga merasa tidak riskan menyelengarakan pesta perkawinan mahal super mewah di tengah rakyat yang hidupnya semakin susah.

Akan tetapi media massa kita tak pernah jera untuk memberikan pelajaran bagi penguasa negeri ini dengan berita berubahnya nilai-nilai feodal di negara-negara AsiaMaka bila tragedi kekuasaan di Timur Tengah dianggap terlalu jauh, diangkatlah kisah bekas penguasa di negeri sebelah: Filipina.

Gloria Macapagal Arroyo, 64 tahun, yang ketika jadi presiden Filipina banyak tebar pesona, kini jadi tahanan kehakiman di sanaSebab ketika berkuasa, ternyata dia korupsiLebih parah lagi, di balik senyum dan kesantunanya, ternyata dia juga terbukti curang dalam pilpres 2004 yang membuatnya bertahan sebagai Presiden Filipina.

Rakyat Filipina, sebagaimana rakyat di negara Asia lainnya sekarang, tak perduli orang sedang berkuasa, apalagi kalau sudah tak berkuasa, bila korupsi ya harus diaili dan dihukumHukuman menjadi berlipat ganda bila hasil korupsi itu digunakan untuk membeli suara atau melakukan kecurangan dalam pilpres.

Era "mikul dhuwur mendem jero" (mengangkat kebaikan dan melupakan kesalahan) penguasa, seperti yang dulu sering disosialisasikan penguasa Orde Baru, kini sudah tidak mungkin lagi dilaksanakan.

Proses suksesi lewat sistem demokrasi, yang bisa melahirkan penguasa baru tanpa harus menunpahkan darah, perlu dibarengi dengan sistem hukum yang egalitarian.

Jadi kalau presiden kita terbukti korup, apalagi jika terbukti juga melakukan kecurangan dalam pilpres, harus mendapat hukuman setimpalUntuk pelajaran bagi penguasa selanjutnyaAgar tidak main-main dalam menjalankan amanah rakyat! [***]

BACA ARTIKEL LAINNYA... Frustrasi Melawan Korupsi...


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler