Keajaiban Dunia

Jumat, 04 November 2011 – 15:29 WIB

BANGSA Indonesia dalam satu dasa warsa terakhir ini berjalan tanpa kepemimpinanKita hanya memiliki sekelompok elite penguasa yang mengontrol sejumlah lembaga (penyelenggara) negara dengan semangat “aji mumpung”

BACA JUGA: Suksesnya Sandiwara Kabinet

Tanpa cita-cita, tanpa visi, kecuali keinginan untuk menjadi pencuri.

Mayoritas elite penguasa, mulai dari pusat hingga ke pelosok daerah, sibuk melakukan korupsi dan mengatur strategi bagaimana lolos dari jerat hukum
Kalau perlu, melakukan kebohongan terbuka dengan meneriakan kata-kata yang sama dengan yang diteriakan rakyat semesta: “Uang negara dirampok…!”

Ada juga seorang wakil presiden, yang tak perlu disebut namanya, dalam sebuah forum pertemuan di kantornya menjelaskan kriteria pemimpin yang baik

BACA JUGA: Frustrasi Melawan Korupsi...

Pemimpin yang baik itu pemimpin yang amanah, yang jujur
“Satu kata dengan perbuatan,” katanya.

Padahal kita semua tahu, elite penguasa di negeri ini, tentu saja termasuk dua tokoh yang kata-katanya saya kutip (di atas), menurut Buya Syafi”I Ma”arif, termasuk golongan orang-orang yang sudah mengalami “pecah kongsi antara omongan dan perbuatannya” alias pendusta!

Negara yang dikendalikan oleh orang-orang yang sudah mengalami “pecah kongsi antara kata dan perbuatan” memang tidak akan menghasilkan apa-apa

BACA JUGA: Isu Hilang, Dusta Terbilang

Kalau toh melahirkan kebangan, hanyalah kebanggaan semuSeperti album lagu, yang begitu kelar kita dengar selanjutnya akan terasa hambar.

Maka ketika ada orang punya gagasan bisa mengangkat harkat dan martabat bangsa hanya dengan mengetik KOMODO dan dikirim via SMS ke nomer tertentu, segera jutaan rakyat Indonesia melakukannyaPresiden Yudhoyono dan para pejabat di kabinetnya juga tak mau ketinggalan.

Reaksi spontan yang membahana masyarakat agar Komodo bisa menjadi bagian dari “Tujuh Keajaiban Dunia” yang kemudian menjadi kontroversial itu, memang cermin kehausan bangsa kita agar mendapat tempat lumayan terhormat di mata dunia internasional.

Selama ini mata dunia melihat bangsa kita sebagai bangsa paling korup, perusak lingkungan, pemimpinnya pembohong, pengusahanya tukang suap, demoralisasi terjadi di segala bidang, mudah dikangkangi negara asing, bahkan oleh tetangganya yang jauh lebih kecil seperti Singapura dan Malaysia.

Maka hanya kesedihan belaka setiap melihat atlet, seniman dan pelajar yang akan berkiprah di luar negeri dengan penuh semangat berkata: “Demi mengharumkan nama bangsa dan negara di dunia internasional…!”

Mereka sama sekali tidak tahu bahwa sesungguhnya negara (pemerintah) punya KBRI yang merupakan instrumen lebih jelas, formal dan dibiayai rakyat dengan sangat mahal.

Mereka (atlet, pelajar dan seniman) itu juga tidak tahu betapa segelintir mereka “mengharumkan nama bangsa” kurang punya arti di dunia internasional dibandingkan dengan puluhan, ratusan, bahkan ribuan elite bangsa yang secara –menerus dan sistematis melakukan pembusukan bangsa dengan berbagai kelakuan mereka yang sungguh tidak terpuji: korupsi, menggadaikan nasib bangsanya kepada negara asing, membiarkan rakyatnya mengais rejeki recehan di negara tetangga…

Padahal kalau rezim ini jujur dan tidak korup, pada 2004 negara kita secara politik sudah masuk dalam daftar “keajaiban dunia” sebagai negara demokrasi terbesar ketiga di muka bumi setelah India dan Amerika Serikat.

Sayang, prestasi demokrasi kita dirusak dan dicederai dengan berbagai skandal (mafia) pemilu yang menjijikan.

Akibatnya, meminjam judul sebuah buku: Pemilu abal-abal hanya melahirkan perwakilan dan pemimpin yang juga abal-abalPadahal pemimpin abal-abal hanya akan bikin bangsa ini sial…! [***]

BACA ARTIKEL LAINNYA... Menunggu (Bekas) Presiden Diadili


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler