jpnn.com, NEW YORK - Mengenakan baju seragam pasien rumah sakit, tangan terborgol, dan duduk di kursi roda, Sayfullo Habibullaevic Saipov hadir di pengadilan federal di Manhattan, New York, Rabu (1/11).
Pria asal Uzbekistan itu tak menunjukkan penyesalan meski telah menewaskan delapan orang dalam aksinya di malam Halloween. Dia malah menyesal karena jumlah korbannya kurang banyak.
BACA JUGA: Atas Nama ISIS, Tebar Teror Jelang Halloween
Dalam sidang tersebut diketahui bahwa Saipov merencanakan aksi tersebut lebih dari setahun. Bahkan, dua bulan terakhir dia berlatih menggunakan mobil pikap sewaan agar bisa menabrak dengan pas.
Pria 29 tahun itu juga memilih Selasa (31/10) untuk beraksi di West Side Highway, Houston Street, Manhattan, karena berharap banyak orang berada di jalanan karena merayakan Halloween.
BACA JUGA: Inilah Teroris Pembawa Truk Maut di New York
Menurut Saipov, aksinya terinspirasi teror yang selama ini dilancarkan jaringan kelompok ISIS. Dalam keterangannya di persidangan, dia sempat berencana memasang bendera ISIS di bagian belakang mobil.
Tapi, itu diurungkan karena khawatir akan memicu perhatian publik sehingga dia urung melancarkan aksinya. Saat memeriksa telepon genggamnya, petugas mendapati 90 video dan 3.800 foto terkait propaganda ISIS.
BACA JUGA: Setelah Messi dan Neymar, ISIS Ancam Ronaldo dan Asensio
Propaganda ISIS, sepertinya, sangat dalam merasuk di jiwa Saipov karena saat dirawat di rumah sakit, dia meminta petugas memasang bendera ISIS di kamarnya. Tentu saja hal tersebut membuat Presiden AS Donald Trump berang.
”Dia harus mendapat hukuman mati!” cuit Trump melalui akun Twitter-nya Rabu (1/11).
Trump menambahkan ingin mengirim Saipov ke penjara di Teluk Guantanamo, Kuba. Tapi, tentu saja sudah tidak ada lagi tahanan yang dikirim ke pusat detensi itu sejak 2008.
Joon Kim yang menjadi jaksa dalam kasus Saipov menegaskan, jika pemerintah menginginkan, dia bisa menerima hukuman mati atas kejahatannya. Ada dua dakwaan yang diarahkan kepada Saipov.
Pertama adalah kekerasan dan perusakan kendaraan bermotor yang mengakibatkan delapan orang tewas. Dakwaan lainnya adalah kepemilikan material yang berisi dukungan untuk ISIS.
”Hukuman maksimal untuk dakwaan pertama adalah hukuman mati, sedangkan yang kedua adalah dipenjara seumur hidup,” tegas Kim.
Beberapa pekan sebelum serangan, Saipov mencari informasi di internet tentang perayaan Halloween di New York City sebelum akhirnya memilih rute di West Side Highway, Houston Street, Manhattan.
Rencananya dia melindasi orang-orang hingga ke Brooklyn Bridge. Jika saja aksinya lebih malam sedikit atau bersamaan dengan parade Halloween hari itu, jumlah korban jiwa bakal jauh lebih banyak.
”Saipov tidak pernah menjadi subjek penyelidikan kriminal, baik oleh FBI maupun kepolisian New York,” ujar Wakil Komisaris Polisi New York untuk urusan antiterorisme John Miller.
Meski begitu, Saipov sepertinya memiliki hubungan dengan orang-orang yang sedang diawasi khusus terkait terorisme. Bahkan, nama bapak tiga anak itu muncul sebagai kontak darurat salah satu sosok yang sedang diawasi pemerintah AS.
FBI saat ini tengah menginvestigasi seorang imigran asal Uzbekistan lainnya, yaitu Mukhammadzoir Kadirov. Dia adalah kawan Saipov. Mereka saling kontak sebelum insiden penabrakan berlangsung. Belum diketahui apakah Kadirov terlibat dalam aksi tersebut atau tidak.
Sementara itu, Trump menyerukan agar program visa secara undian yang sudah diluncurkan pada 1990 untuk dihentikan.
Dalam program itu, AS menawarkan green card kepada penduduk yang negaranya memiliki tingkat imigrasi rendah. Per tahun 50 ribu imigran masuk AS lewat program tersebut. Salah satunya Saipov. (Reuters/AP/BBC/sha/c10/any)
BACA ARTIKEL LAINNYA... ISIS Tiada, Raqqa Kembali Berpesta
Redaktur & Reporter : Adil