jpnn.com - JAKARTA - Ulasan positif dari institusi-institusi internasional seperti Bank Dunia maupun Fitch Ratings belum mampu mendongkrak kepercayaan pasar terhadap Indonesia. Ini tecermin dari rupiah yang terus berada dalam tren melemah.
Ekonom yang juga Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Ahmad Erani Yustika mengatakan tren depresiasi rupiah saat ini dipicu faktor ekspektasi pasar dan fundamental.
BACA JUGA: Dahlan Iskan Minta BUMN Sisir Lokasi Sekitar Kereta Api
"Sayangnya dua-duanya sekarang kurang bagus. Jadi kemungkinan tren pelemahan Rupiah ini bisa berlangsung hingga akhir tahun," ujarnya kepada Jawa Pos kemarin (25/11).
Sebagai gambaran, nilai tukar Rupiah berdasar Jakarta Interbank Spot Dollar Offered Rate (Jisdor) yang dirilis Bank Indonesia (BI) menunjukkan, rupiah kemarin ditutup di posisi Rp 11.722 per USD, melemah 16 poin dibanding penutupan akhir pekan lalu yang di posisi Rp 11.706 per USD. Level ini sekaligus merupakan rekor terendah baru nilai tukar rupiah sepanjang tahun ini.
BACA JUGA: Dahlan Iskan Minta BUMN Sisir Lokasi Sekitar Kereta Api
Sementara itu, di pasar spot, rupiah justru menguat. Data kompilasi Bloomberg menunjukkan kemarin rupiah ditutup di posisi Rp 11.510 per USD, menguat 190 poin atau 1,6 persen dibanding penutupan akhir pekan lalu di posisi Rp 11.700 per USD.
Menurut Erani, pergerakan harian Rupiah memang masih bisa fluktuatif tergantung data-data eknomi domestik maupun global. Namun, secara tren jangka menengah hingga jangka panjang, Rupiah memang tidak didukung faktor-faktor yang mampu mendorong penguatan.
BACA JUGA: Garuda Tertarik Kelola Salah Satu Bandara UPT
Dari sisi ekspektasi pasar, lanjut dia, investor menilai pemerintah Indonesia belum memiliki jurus ampuh untuk memperbaiki kondisi pasar keuangan. Beberapa kebijakan yang dirilis seperti insentif fiskal untuk mendorong ekspor, maupun disinsentif untuk menekan impor barang konsumsi, dinilai belum bisa memberi dampak jangka pendek.
"Investor ini kan banyak yang ingin melihat hasil instan, misalnya neraca dagang dari defisit menjadi surplus. Ketika hasil itu tidak terlihat dalam jangka pendek, pasar pun bereaksi negatif dengan terus melepas aset Rupiah dan memburu dolar (USD), ujung-ujungnya ya depresiasi," katanya.
Sementara itu, dari sisi fundamental, defisit transaksi berjalan juga masih mengkhawatirkan. Erani mengakui, defisit transaksi berjalan pada triwulan III 2013 memang membaik ke posisi USD 8,4 miliar atau 3,8 persen dari produk domestik bruto (PDB), dari sebelumnya USD 9,9 miliar atau 4,4 persen PDB. "Tapi, bagi pasar, angka 3,8 persen PDB ini masih tinggi," ujarnya.
Menurut Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya ini, langkah BI yang mengerek suku bunga acuan BI Rate tidak akan bisa menjadi obat mujarab mengatasi depresiasi Rupiah. Sebenarnya, menurut dia, ada beberapa langkah yang bisa ditempuh pemerintah untuk meredam depresiasi.
Pertama, menekan impor BBM dengan cara menaikkan harga BBM subsidi. Namun, mendekati tahun politik 2014, jadi pemerintah pasti tidak akan melakukannya. Kedua, mengerem pertumbuhan ekonomi untuk mengurangi impor bahan modal. Namun, hal itu bisa berdampak pada tingkat pengangguran dan kemiskinan, sehingga sulit diambil pemerintah.
Ketiga, membatasi repatriasi keuntungan perusahaan asing di Indonesia. Erani menyebut, selama ini keuntungan perusahaan asing yang dibawa keluar Indonesia mencapai kisaran USD 17 miliar. Jika dibatasi separonya saja, maka bisa menutup defisit transaksi berjalan. Namun, dia tidak yakin pemerintah berani melakukannya. "Karena itulah, saat ini sulit mengharapkan Rupiah kembali menguat," katanya.
Menurut Erani, pemerintah memang tidak bisa memperbaiki kondisi ini dalam jangka pendek, namun bisa dalam jangka menengah. Misalnya, untuk menekan impor BBM, pemerintah bisa melakukannya melalui konversi dari BBM ke bahan bakar gas (BBG). "Ini kan sebenarnya program lama, tapi tidak pernah digarap serius. Padahal, kalau ini bisa dilakukan, hasilnya akan signifikan," ujarnya. (owi/sof)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Dahlan Iskan Tegaskan, Rusun Hanya untuk Warga tak Mampu
Redaktur : Tim Redaksi