Pelindo II Langgar UU dan Rekayasa Analisa Keuangan

Rabu, 25 November 2015 – 12:36 WIB
ILUSTRASI. FOTO: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com - JAKARTA – Anggota Pansus Pelindo II Moh. Nizar Zahro mengatakan persoalan di Pelindo II bukan hanya terjadi pelanggaran Undang-Undang, tapi diduga telah terjadi rekayasa analisa keuangan dalam proses perpanjangan pengelolaan Jakarta International Container Terminal (JICT) kepada  Hutchison Port Holding (HPH).

Semua dugaan ini, menurut Nizar, semakin menguat ketika Pansus Pelindo menghadirkan saksi ahli yang juga pakar komunikasi politik, Tjipta Lesmana, Selasa (24/11) kemarin. Tjipta diundang untuk memberikan masukan pada Pansus yang sedang mendalami kasus ini.

BACA JUGA: Jelang Sidang Setya Novanto, NasDem Pasang Jagonya di MKD

“Dari hasil rapat Pansus banyak ditemukan pemahaman yang sama disampaikan Tjipta Lesmana dengan beberapa anggota Pansus Pelindo II. Banyak pelanggaran yang dilakukan secara personal oleh direksinya,” kata Nizar, Rabu (25/11).

Pelanggaran tersebut antara lain terkait sumber hukum yang telah ditetapkan UU Nomor 10 tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, seperti UUD 1945 Pasal 33, UU Nomor 17 tahun 2008 tentang Pelayaran, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 64 Tahun 2015 Tentang Kepelabuhan.

BACA JUGA: Pemeriksaan Lino Dijadwal Ulang Pekan Depan

Pasal 34 UU Pelayaran menyebutkan pengelolaan pelabuhan harus menggunakan konsensi. Kegiatan usaha pelabuhan yang dilaksanakan oleh pemerintah, pemerintah daerah dan BUMN wajib disesuaikan dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam UU ini. UU tersebut memposisikan Otoritas Pelabuhan Kementerian Perhubungan sebagai regulator dan Pelindo II hanya operator.

Berikutnya, di PP 64/2015, Pasal 74 ayat I disebutkan, konsesi diberikan kepada Badan Usaha Pelabuhan untuk kegiatan penyediaan dan/atau pelayanan jasa kapal, penumpang, dan barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1) yang dituangkan dalam bentuk perjanjian.

Pasal (2) Pemberian konsesi kepada Badan Usaha Pelabuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui mekanisme pelelangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan atau melalui penugasan/penunjukan. Ini baru dilakukan oleh pihak Pelindo II penandatanganannya 11 November 2015.

BACA JUGA: RJ Lino tak Bisa Penuhi Panggilan Bareskrim, Ini Penyebabnya....

“Klausulnya sama dengan penandatangan konsesi Pelindo I, III, dan IV. Besaran fee konsesi dan masanya menunggu review dari BPKP, secara tidak langsung pihak pelindo II mengakui kesalahannya karena telah memperpanjang kontrak dengan pihak HPH pada tahun 2014 sebelum konsesi di tandatangani," jelas Nizar.

Analisa keuangan

Di sisi lain, politikus Gerindra itu juga menjelaskan adanya dugaan rekayasa analisa keuangan. Bahwa bila kontrak pengelolaan JICT dengan HPH habis pada 2019 dan lalu diperpanjang, Indonesia hanya mendapat USD200 juta melalui PT Pelindo II. Apabila tidak diperpanjang, Deutsche Bank (DB) selaku konsultan menilai Indonesia harus mengembalikan ke HPH sebesar USD400 juta.

Asumsi itu dimunculkan DB karena hasil perhitungannya nilai aset JICT pada 2019 adalah USD800 juta. 51 persen saham JICR adalah milik HPH dan itu senilai USD400 juta. Padahal sebenarnya, ujar Nizar, di kontrak dengan HPH yang diteken Tahun 1999, jelas tertulis bahwa saat putus kontrak, maka Indonesia hanya wajib mengembalikan USD 50-60 juta, bukan USD 400 juta dolar.

“Meskipun logika DB diikuti, tetap saja Indonesia merugi. Praktiknya, Pelindo II hanya mendapat fee di muka USD200 juta. Artinya, aset hanya dinilai USD400 juta dan 49 persen saham Indonesia hanya dinilai USD200 juta. Dari aset itu saja kita rugi. Dan bonusnya mereka (HPH) mendapat hak pengelolaan yang lebih menguntungkan,” katanya.

Ia menambahkan, sebenarnya Direksi Pelindo II bisa menghentikan kerugian negara itu jika dia berpegang pada kontrak yang diteken dengan HPH pada tahun 1999. Dengan itu, Indonesia cuma membayar USD50-60 juta dan ke depan JICT bisa dikelola sendiri dengan keuntungan sepenuhnya untuk negara.(fat/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Rekaman Setya Novanto Dianggap Hanya Petunjuk, Bukan Bukti


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler