Pelsus Ancam Hutan Mangrove

Rabu, 18 Januari 2012 – 06:11 WIB
BANJARMASIN - Keberadaan pelabuhan khusus (pelsus) di sepanjang garis pantai Kalsel terus menjadi sorotan. Gubernur Kalsel Rudy Ariffin mengancam menutup pelsus yang terbukti menerima batubara dari angkutan yang melewati jalan umum. Sorotan ternyata juga tak hanya soal tersebut, keberadaan pelsus juga dinilai telah merusak kelestarian hutan mangrove di pesisir Kalsel.

Kepala Badan Lingkungan Hidup Daerah (BLHD) Provinsi Kalsel Rachmadi Kurdi mengungkapkan, sebagian besar kerusakan mangrove terjadi karena semakin masifnya pendirian pelsus di sepanjang pantai selatan.
 
"Mangrove kita sudah kelihatan ada degradasi akhir-akhir ini. Itu terjadi salah satunya karena pelsus," tegas Rudy Ariffin.

Menurut Rachmadi, kerusakan mangrove terjadi di sepanjang 450 km pantai selatan Kalsel. Daerah yang mangrovenya mengalami kerusakan parah meliputi Barito Kuala, Banjar, Tanah Laut, Tanah Bumbu, dan Kotabaru.
 
Keberadaan pelsus sendiri berdasarkan data BLHD Provinsi Kalsel paling banyak berada di tiga kabupaten yakni Tanah Bumbu, Tanah Laut, dan Kotabaru.

Di daerah tersebut ada lebih dari 50 pelsus yang saat ini beroperasi sebagai sarana bongkar muat batubara. Jumlah pelsus di Kalsel sendiri mencapai 63 pelsus.

Selain pelsus, kelestarian mangrove juga terancam oleh tambak udang dan bandeng. Pada kelima daerah tersebut, ternyata juga ditemukan bahwa keberadaan tambak baik milik perusahaan maupun milik masyarakat terbukti telah memanfaatkan lahan hutan mangrove. Lahan yang sebelumnya dipenuhi dengan tumbuhan bakau, telah beralih fungsi menjadi tambak udang dan bandeng.

"Ada juga kayu mangrove berukuran 20 cm ke atas ditebang oleh masyarakat pesisir untuk membangun rumah, ini juga salah satu yang merusak. Paling parah karena tambak besar oleh perusahaan swasta," cetusnya.
 
Meski terbukti telah terjadi kerusakan mangrove, namun Rachmadi mengakui pihaknya belum menginventarisir berapa hektare mangrove yang mengalami kerusakan akibat ulah manusia. Walaupun begitu, Rachmadi tetap yakin bahwa fakta kerusakan mangrove memang terbukti benar.
"Saya melihat sendiri di lapangan, Pulau Sebuku itu pulau kecil ternyata sudah dirambah juga untuk tambak. Di luar 10 meter bagus tapi di dalam sudah ditebang mangrovenya. Saya curiga sepanjang pantai juga banyak bolong (hutan mangrove gundul, Red) di dalam. Belum lagi karena faktor alam seperti longsor dan gelombang tinggi,” ujarnya.

Apa saja dampaknya jika mangrove rusak" Rachmadi menjelaskan keberadaan mangrove secara alami dapat mencegah terjadinya abrasi. Jika abrasi sudah menyerang, pemukiman yang berada di tepi pantai dipastikan akan diterjang ombak. Tak hanya itu, beberapa jalan yang jaraknya hanya beberapa kilometer juga terancam terkikis air laut.

"Mangrove bisa mencegah abrasi yang besar, jalan negara bisa ambrol dan pemukiman bisa terjamah air laut bila tidak ada mangrove. Potensi perikanan juga terancam karena mangrove sebagai tempat pemijahan ikan," ucapnya.

Khusus untuk kerusakan mangrove akibat tambak, Rachmadi menyebutkan beberapa titik seperti Tabunganen, Aluhaluh, Kintap, dan Batulicin. Yang memprihatinkan, lanjut dia, banyak tambak yang gagal panen justru dibiarkan begitu saja tanpa adanya rehabilitasi mangrove.

"Tambak sekarang ditinggalkan waktu booming udang dan bandeng memang banyak nah sekarang terbengkalai. Tambak tutup sampai sekarang tidak direhabilitasi pengusaha. Ini harus disikapi oleh dinas teknis terkait," pintanya. (tas)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Tiga Pelaku Penembakan Aceh Ditangkap

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler