jpnn.com, JAKARTA - PT. PAM Mineral Tbk (NICL) melihat peluang bisnis nikel ke depan cukup menjanjikan. Hal ini lantaran tingginya permintaan bijih nikel di pasar domestik.
Terlebih, pemerintah akan mengembangkan industri dan ekosistem kendaraan listrik melalui pembentukan holding BUMN baterai Indonesia atau Indonesia Battery Corporation (IBC) kerja sama dengan produsen mobil listrik dunia, yaitu LG Chem (Korea) dan CATL (China).
BACA JUGA: Vanessa Angel: Kami Sudah Sampai Airport, eh Enggak Bisa Terbang
Direktur Utama PT PAM Mineral Tbk, Ruddy Tjanaka, melihat satu peluang yang cukup menjanjikan pada pertambangan nikel berkadar rendah, hal ini sejalan dengan pertumbuhan kebutuhan baterai untuk bahan bakar kendaraan listrik.
Di sisi lain permintaan bijih nikel berkadar tinggi juga terus mengalami peningkatan, terutama karena adanya industri pengolahan atau smelter yang ada.
BACA JUGA: Ini 6 Kesalahan Saat Begituan yang Bikin Anda Sulit Hamil
Permintaan nikel dengan kadar tinggi juga cukup stabil, sementara permintaan pasar nikel berkadar rendah juga sudah kembali mulai meningkat.
"Adanya industri baterai nasional seiring tumbuhnya Smelter dengan teknologi Hydrometalurgi akan meningkatkan kinerja perusahaan dengan diserapnya Nikel kadar rendah yang diproduksi perseroan. Ini yang kami harapkan bersama," kata Ruddy.
BACA JUGA: Arya Saloka: Orang Meninggal Bukan Karena Covid-19, Tetapi Stres
Dia mengatakan, stabilnya industri pengolahan atau smelter, menjadi peluang yang cukup menjanjikan bagi industri bijih nikel.
Ruddy optimistis permintaan bijih nikel dengan kadar tinggi akan meningkat.
Apalagi dengan ekspansi di smelter yang ada, terutama di daerah-daerah yang dekat dengan tambang perseroan.
"Kami optimistis perkembangan ke depan itu kebutuhan ore nikel bisa melebihi 7-8 juta ton per bulan," kata dia.
Sementara itu, dengan eksplorasi yang terus menerus dilakukan, perseroan berkeyakinan masih memiliki sumberdaya sekitar 28 juta ton lebih bijih nikel.
Dari 28 juta bijih nikel tersebut, lanjut Ruddy, tidak semua memiliki kadar tinggi namun juga terdapat bijih nikel dengan kadar rendah. Perseroan saat ini telah melakukan penjualan bijih nikel kadar rendah ke smelter yang ada.
Untuk jangka menengah dan jangka panjang Perseroan memiliki strategi menambah cadangan dengan melalui akuisisi atau maupun mencari tambang baru, dia berharap dapat mengerek kinerja perseroan dengan growth yang lebih tinggi lagi kedepannya.
Untuk rencana jangka pendek, perseroan akan memenuhi target Rencana Kerja Anggaran Biaya (RKAB) sebanyak 1,8 juta ton bijih nikel.
"Tambang nikel ini tergantung cuaca, jadi kami berharap cuaca mulai bersahabat, sehingga kita bisa produksi lebih banyak untuk memenuhi kebutuhan smelter ke depan," harap Ruddy.
Lebih lanjut, jumlah pasokan nikel terbatas saat ini di sisi lain permintaan bijih nikel semakin meningkat terutama dari industri kendaraan listrik (Electric Vehicle/EV).
Market share untuk kendaran listrik (EV) yang akan meningkat dari 2,5% pada 2019 menjadi 10 persen pada 2025.
Market share untuk industry EV diprediksikan akan meningkat menjadi 28 persen pada 2030 dan 58 persen pada 2040.
Pada 2019, konsumsi nikel untuk bahan baku baterai mencapai 7 persen dari total konsumsi global.
Diperkirakan pada 2022, permintaan nikel akan melebihi pasokan/supply yang ada.
"Potensi yang besar bagi perseroan untuk bertumbuh mengingat saat ini baru sebagian kecil dari area yang sudah dieksploitasi," kata Ruddy.(chi/jpnn)
Redaktur & Reporter : Yessy