"Di Indonesia, pemalsuan obat tumbuh pesat dengan estimasi omset per tahun sebesar USD 200 juta atau sebesar 10 persen dari total pasar farmasi di Indonesia," kata Widya dalam keterangan persnya, Sabtu (15/9).
Apotik sebagai satu-satunya saluran resmi untuk mendapatkan obat resep. Sedangkan toko obat hanya diizinkan menjual obat bebas (over-the-counter/OTC). Namun, banyak obat resep dengan mudah diperoleh di toko-toko obat, bahkan di lapak-lapak pinggir jalan.
"Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) telah menyebutkan, ada banyak jenis obat palsu di Indonesia, diantaranya obat anti infeksi, anti diabetes dan obat disfungsi ereksi. Untuk meningkatkan jaminan terhadap keaslian obat, dan mendapatkan informasi yang tepat, maka pasien dianjurkan membeli obat resep dengan cara bertemu langsung dengan apoteker," bebernya.
Prof DR Dr Akmal TAher, SpU (K) dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia dalam sebuah penelitian tinjauan pasar terhadap satu obat resep yang dilakukan di bulan April 2012 hingga Agustus 2012 di empat kota besar di Indonesia, yaitu Jakarta, Bandung, Surabaya dan Medan, obat palsu dapat ditemukan pada toko ritel di kota-kota tersebut, termasuk apotik serta toko obat. Tidak mengejutkan ketika tinjauan pasar ini menemukan indikasi bahwa sebagian besar lapak obat di pinggir jalan menjual obat palsu. Penelitian tinjauan pasar ini melibatkan pembelian dari 86 apotek, 36 toko obat dan 30 lapak obat pinggir jalan.
“Penemuan ini cukup mengkhawatirkan. Obat palsu ditemukan juga di saluran tidak resmi seperti lapak obat pinggir jalan. Hal ini menunjukkan betapa seriusnya isu ini dan bagaimana peran apoteker menjadi penting dan harus lebih proaktif dalam mengatasi permasalahan serta mengedukasi pasien agar tidak membeli obat resep selain dari apotek,” ujar Akmal.
Dia menambahkan, konsumen perlu mendapatkan info yang benar mengenai bahaya obat palsu dan bagaimana cara melindungi diri dari obat palsu tersebut. Cara terbaik bagi konsumen untuk mendapatkan akses ke obat asli adalah dengan selalu membeli obat resep di apotek. "Konsumen juga perlu dibimbing agar bisa mengenali saluran-saluran resmi ini, juga untuk bagaimana membedakan obat asli dengan versi palsunya,” cetusnya.
Menurut Widya, MIAP bekerja sama dengan para pemangku kepentingan, termasuk Ikatan Apoteker Indonesia (IAI), BPOM, dan Komite Farmasi Nasional untuk memperkenalkan program sertifikasi untuk apoteker dengan tujuan memerangi pemalsuan obat dan melindungi kesehatan dan jiwa pasien.
Sementara Dani Pratomo, Ketua IAI mengatakan pihaknya menjawab ajakan MIAP untuk memberantas peredaran obat palsu. “Apoteker memiliki kewajiban untuk melindungi pasien dan program sertifikasi ini meningkatkan kompetensi apoteker dalam mencegah peredaran obat palsu, sekaligus menjamin keselamatan pasien,” tandasnya. (Esy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Tampil Cantik dengan Tatto, Why Not?
Redaktur : Tim Redaksi