Pemanggilan Hary Tanoe Tunggu Waktu

Sabtu, 24 Oktober 2015 – 03:45 WIB
Harry Tanoesoedibjo. FOTO: DOk.JPNN.com

jpnn.com - JAKARTA – Kejaksaan Agung bakal segera memanggil bos MNC Grup, Harry Tanoesoedibjo sebagai saksi dugaan korupsi restitusi pajak PT Mobile 8 Telecom.

Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung (Kejagung) Widyo Pramono menegaskan pihaknya sudah menjadwalkan pemanggilan para saksi. Namun, kemungkinan pemanggilan Harry yang merupakan mantan pemilik PT Mobile 8, dilakukan belakangan setelah Kejagung menggarap saksi lain.

BACA JUGA: DPD Dukung Darurat Sipil Jika...

“Soal ujungnya (Harry) belakangan. Kami sisir yang di pinggir dulu,” kata Widyo di Kejagung, Jumat (23/10).

Widyo menegaskan, siapapun yang mengetahui kasus yang diduga merugikan negara Rp 10 miliar itu pasti akan dipanggil. “Siapapun yang mengetahui akan dipanggil,” tegas mantan Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah ini.

BACA JUGA: Horeee Pesawat Garuda yang Beroperasi Bertambah, Ini Jumlahnya...

Menurut dia, saat ini penyidik terus mengumpulkan alat bukti sehingga kesimpulan perkaranya akan jelas. “Ini baru mulai,”  katanya.

Sebelumnya diberitakan, Kejagung mulai menyidik dugaan korupsi restitusi pajak  dari PT Mobile 8 kepada Kantor Pelayanan Pajak Perusahaan Masuk Bursa Jakarta pada 2009 silam. Kasus itu diduga terjadi saat Mobile 8 masih dimiliki pengusaha Harry Tanoesoedibjo, yang kini dikenal sebagai bos MNC Grup. Saat ini, PT Mobile 8 diketahui sudah berubah menjadi Smartfren dan dikuasai Sinarmas Group.

BACA JUGA: Dua Paslon Kada Jember Diduga Salahi Ketentuan...

Ketua Tim Penyidik kasus ini, Ali Nurudin, mengatakan,  kasus terjadi antara Mobile 8 dengan PT Jaya Nusantara, salah satu distributor di Surabaya. “Jadi, transaksi ini merupakan perdagangan antara Mobile 8 tahun 2007-2009," kata Ali di Kejagung, Rabu (21/10). 

Ali menjelaskan saat itu Mobile 8  melakukan transaksi dengan PT Jaya Nusantara sebesar Rp 80 miliar terkait pembelian barang. Namun, lanjut dia, sebenarnya PT Jaya Nusantara di Surabaya tidak mampu membeli barang-barang jasa telekomunikasi seperti handphone atau pulsa.

“Sehingga direkayasa seolah-olah terjadi perdagangan dengan membuatkan process order dan invoice sebagai fakturnya. Padahal uang Rp 80 Miliar itu bukan berasal dari Jaya Nusantara, jadi seolah-olah mereka mampu membeli,” kata Ali. (boy/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Hitungan Presiden, Rp 28 T Anggaran Honorer K2 Bisa untuk Bangun 48 Waduk


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler