JAKARTA – Pembagian daerah pemilihan untuk Pemilu 2014 yang ditentukan dalam Pasal 22 Ayat 5 Undang-Undang Nomor 8 tahun 2012 dan lampirannya, ternyata menyisakan masalah serius bagi keberadaan Suku Gayo di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD).
Karena pemberlakuan undang-undang dimaksud, telah memisahkan wilayah kehidupan masyarakat tradisional suku Gayo yang menyebar pada 4 kabupaten. Yaitu di Kabupaten Aceh Tengah, Bener Meriah, Aceh Tenggara, dan Gayo Lues. Demikian dikemukakan anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dari Aceh, Mursyid, di Jakarta, Selasa (12/2).
“Pasal 22 ayat (5) dan lampiran UU Pemilu ini, membagi daerah pemilihan dari ke empat kabupaten dimaksud dalam dua daerah pemilihan yang berbeda. Sehingga secara politik menyebabkan keterwakilan terhadap suku Gayo sangat minim. Baik di DPR RI maupun DPR Aceh. Ini artinya telah terjadi kerugian hak konstitusional warga negara sebagaimana dialami masyarakat tradisional suku Gayo,” katanya.
Mursyid heran, mengapa dalam menentukan daerah pemilihan, Komisi Pemilihan Umum (KPU), sama sekali tidak memerhitungkan identitas budaya masyarakat tradisional suku Gayo. Padahal seharusnya prinsip-prinsip pembentukan dapil, menurutnya jangan sampai merugikan hak-hak komunitas tradisional.
Oleh sebab itu menyikapi pemberlakuan undang-undang yang dimaksud, Tim Advokasi Judicial Review Dapil Aceh, mengajukan permohonan judicial review pengujian Pasal 22 ayat (5) dan Lampiran UU Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilu Angoota DPR, DPD, dan DPRD, ke Mahkamah Konstitusi.
Menurut Ketua Tim Advokasi, Erik Kurniawan, sidang pendahuluan sendiri telah digelar di gedung MK, Jakarta pada 28 Januari 2013 lalu. “Langkah ini kita tempuh, karena undang-undang tersebut bertentangan dengan Konstitusi sebagaimana tertuang dalam Pasal 18B ayat (2) dan Pasal 28I ayat (3) UUD 1945. Bahwa Negara mengakui dan menghormati kesatuan masyarakat hukum adat serta hak konstitusionalnya,” katanya.
Ia menyontohkan, akibat pemisahan empat kabupaten dalam dua dapil pada Pemilu 2009 lalu, hanya 1 kursi wakil suku Gayo dari 7 kuota yang ada. “Itu untuk Dapil Nanggroe Aceh Darussalam I. Sementara untuk Dapil 2, tidak satu pun wakil dari Suku Gayo yang duduk di DPR RI pada periode 2009-2014 lalu,” katanya. Karena itu dengan langkah uji materi, tim advokasi berharap MK dapat mengabulkan permohonan yang mereka kemukakan. Karena selama ini, pembagian dapil dengan cara tersebut, benar-benar mengakibatkan ketidakadilan.(gir/jpnn)
Karena pemberlakuan undang-undang dimaksud, telah memisahkan wilayah kehidupan masyarakat tradisional suku Gayo yang menyebar pada 4 kabupaten. Yaitu di Kabupaten Aceh Tengah, Bener Meriah, Aceh Tenggara, dan Gayo Lues. Demikian dikemukakan anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dari Aceh, Mursyid, di Jakarta, Selasa (12/2).
“Pasal 22 ayat (5) dan lampiran UU Pemilu ini, membagi daerah pemilihan dari ke empat kabupaten dimaksud dalam dua daerah pemilihan yang berbeda. Sehingga secara politik menyebabkan keterwakilan terhadap suku Gayo sangat minim. Baik di DPR RI maupun DPR Aceh. Ini artinya telah terjadi kerugian hak konstitusional warga negara sebagaimana dialami masyarakat tradisional suku Gayo,” katanya.
Mursyid heran, mengapa dalam menentukan daerah pemilihan, Komisi Pemilihan Umum (KPU), sama sekali tidak memerhitungkan identitas budaya masyarakat tradisional suku Gayo. Padahal seharusnya prinsip-prinsip pembentukan dapil, menurutnya jangan sampai merugikan hak-hak komunitas tradisional.
Oleh sebab itu menyikapi pemberlakuan undang-undang yang dimaksud, Tim Advokasi Judicial Review Dapil Aceh, mengajukan permohonan judicial review pengujian Pasal 22 ayat (5) dan Lampiran UU Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilu Angoota DPR, DPD, dan DPRD, ke Mahkamah Konstitusi.
Menurut Ketua Tim Advokasi, Erik Kurniawan, sidang pendahuluan sendiri telah digelar di gedung MK, Jakarta pada 28 Januari 2013 lalu. “Langkah ini kita tempuh, karena undang-undang tersebut bertentangan dengan Konstitusi sebagaimana tertuang dalam Pasal 18B ayat (2) dan Pasal 28I ayat (3) UUD 1945. Bahwa Negara mengakui dan menghormati kesatuan masyarakat hukum adat serta hak konstitusionalnya,” katanya.
Ia menyontohkan, akibat pemisahan empat kabupaten dalam dua dapil pada Pemilu 2009 lalu, hanya 1 kursi wakil suku Gayo dari 7 kuota yang ada. “Itu untuk Dapil Nanggroe Aceh Darussalam I. Sementara untuk Dapil 2, tidak satu pun wakil dari Suku Gayo yang duduk di DPR RI pada periode 2009-2014 lalu,” katanya. Karena itu dengan langkah uji materi, tim advokasi berharap MK dapat mengabulkan permohonan yang mereka kemukakan. Karena selama ini, pembagian dapil dengan cara tersebut, benar-benar mengakibatkan ketidakadilan.(gir/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Mahfud Tak Mau Recoki Urusan Internal Demokrat
Redaktur : Tim Redaksi