Pembantaian Dirancang Sebulan

Sabtu, 06 April 2013 – 11:40 WIB
MEDAN -  Tragedi berdarah yang menewaskan delapan etnik beragama Budha itu ternyata sudah direncanakan sejak sebulan lalu.

Pembantaian yang dipicu dendam lama dan pelecehan seksual yang kerap menimpa anak dan istri para etnik Rohingya itu pun dilancarkan.

Awalnya para pelaku menyusun rencana matang dengan saling memberi dukungan dan info pada sesama etnik mereka. Hal itu diakui salah satu pelaku bernama Khabi Rahman (43) yang berhasil ditemui kru Pos Metro Medan (Grup JPNN).

Menurut Khabi, selama ini ia dan teman-temannya tak tahan lagi melihat anak dan istri mereka dilecehkan oleh para korban. "Mereka sudah sering koceh - koceh (memegang kemaluan-red) perempuan teman (anak istri-red) kami, maka kami marah ingin memukuli mereka. Kami juga dendam saudara kami dibunuhi di Myanmar,” kata Khabi yang sedikit fasih berbahasa Indonesia itu.

Untuk memuluskan rencana itu, pembantaian berdarah Jumat dini hari itu mereka susun dengan rapi. Masing-masing pelaku telah berbagi tugas. Ada yang mengunci pintu utama dan memantau petugas jaga dari lubang yang telah disiapkan.

Agar aksi mereka tak terekam CCTV, pelaku juga merusak lampu."Kami sudah rencanakan ini sebulan lamanya, apalagi kami sedih sudah diusir dari negara kami. Kami juga dibuat begitu. Mereka memang jahat, makanya kami pukul-pukul," kata pria yang hidup sebatang kara karena seluruh keluarganya tewas dibantai di Myanmar itu.

Nah, setelah berbagi tugas, serangan pun dilancarkan. Para korban dibantai saat tidur pulas.

Sedih tapi Kami Puas

Satu jam pascapembantaian delapan etnik Budha Myanmar, sepasukan tim gabungan Polres Pelabuhan Belawan yang tiba di Rudenim Belawan berhasil mengamankan 21 tersangka dari etnik Rohingya.

Di hadapan keluarga masing-masing, para imigran gelap itu digiring ke Polres Pelabuhan Belawan. Pelaku yang mengenakan pakaian muslim dan lobe itu hanya pasrah digiring polisi. Begitu juga dengan istri dan anak-anak mereka.

"Sedih tapi kami puas, kami tak mau dihina, biar kami begini tapi kami tak dihina orang - orang Budha itu lagi," kata salah satu istri pelaku, Sinurahbibi dengan bahasa Myanmar melalui M. Khumarrah (penerjemah).

Walau air matanya terus menetes, tapi wanita berkulit sawo matang itu tampak tegar melihat suaminya ditangkap. "Kami tak mau lagi tersiksa," kata M.Khumarrah menyampaikan perkataan Sinurahbi.

Setiba di Mapolres, ke 21 pelaku itu langsung diperiksa. Tapi pemeriksaan belum bisa dilakukan sepenuhnya karena sebagian pelaku tak tau Bahasa Indonesia. Pantauan kru Posmetro, tak terlihat sedikitpun rasa penyesalan di wajah pelaku.

Mereka terlihat sabar sambil duduk tenang sembari menunggu penerjemah. Kapolres Pelabuhan Belawan, AKBP Endro Kiswanto mengatakan, sejauh ini pihaknya belum menetapkan berapa dari pelaku sebagai tersangka.  

"Kita masing menunggu penerjemah untuk meminta keterangan mereka. Dari keterangan itulah nantinya kita bisa menetapkan tersangkanya," kata Endro. Disinggung soal penetapan hukuman berdasarkan pidana yang berlaku di Indonesia atau Myanmar, Endro mengatakan pihaknya akan menjerat pelaku sesuai hukum yang berlaku di Indonesia.

"Kita tetap menjerat mereka sesuai dengan hukum yang berlaku di Indonesia," tandas perwira berpangkat dua melati emas di pundaknya itu.(ril/deo)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Ketahuan Ngebencong, Disuruh Ortu Pulang Kampung

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler