jpnn.com, JAKARTA - Pembatasan akses dan tidak adanya transparansi informasi terhadap produk tembakau alternatif dinilai bentuk pengabaian terhadap hak konsumen.
Sejumlah ahli kebijakan publik dan ilmuwan pada kegiatan Global Tobacco Nicotine Forum (GTNF) menuturkan, pembatasan akses berupa pelarangan dan tidak adanya transparansi informasi terhadap produk tembakau alternatif dinilai bentuk pengabaian terhadap hak konsumen.
BACA JUGA: Produk Tembakau Alternatif di Inggris Mendorong 20 Ribu Orang Berhenti Merokok
Dalam forum yang diselenggarakan pada 21 – 24 September ini, Director of the Center of Research Excellence on Indigenous Sovereignty and Smoking, Marewa Glover mengatakan pengendalian produk tembakau alternatif dalam bentuk pembatasan terhadap penggunaan produk tersebut merupakan kebijakan yang keliru.
Konsumen, khususnya perokok dewasa, memiliki hak menggunakan produk minim risiko kesehatan yang dapat membantu mereka berhenti merokok secara bertahap.
BACA JUGA: Tarif Cukai SKT tak Naik, Petani Tembakau dan Cengkih Bakal Terlindungi
“Kita seharusnya tidak meniru pengendalian tembakau yang mengarah kepada pembatasan penggunaan tembakau dan nikotin dalam bentuk apapun. Pengendalian tembakau telah menggunakan otoritas secara progresif dan mengabaikan kebebasan masyarakat,” tutur Marewa.
Pasalnya, dampak yang ditimbulkan terhadap pembatasan penggunaan produk tembakau alternatif sangat signifikan.
BACA JUGA: Revisi PP 109/2012, Sudarto: Bukti Pemerintah Tidak Adil kepada IHT
Marewa mengungkapkan sejumlah ahli kesehatan masyarakat telah menyarankan agar tidak dilakukan pelarangan dalam menggunakan produk tembakau alternatif. Sebab, tindakan tersebut akan mengakibatkan kerugian bagi kesehatan masyarakat.
Terpisah, Ketua Koalisi Indonesia Bebas TAR, Ariyo Bimmo mengatakan konsumen memiliki hak untuk mendapatkan akses ke produk yang lebih baik, salah satunya lewat produk tembakau alternatif.
Karena itu regulasi sangat diperlukan demi perlindungan konsumen.
”Yang diperlukan saat ini dari pemerintah Indonesia adalah peraturan agar perokok dewasa bisa mengakses produk tembakau alternatif sambil membatasi akses non-perokok dan anak-anak terhadap produk tembakau alternatif. Dengan begitu, kita tidak hanya melindungi hak perokok dewasa sebagai konsumen, tapi juga masyarakat di sekitarnya,” tegas Bimmo.
Hingga saat ini, menurut Bimmo, pemerintah belum berhasil menurunkan angka perokok di Indonesia yang telah mencapai 65 juta jiwa, meskipun telah melakukan sejumlah strategi.
“Kementerian Kesehatan seharusnya bersikap terbuka dengan hadirnya produk tembakau alternatif. Kemenkes bisa meniru Inggris dan Selandia Baru yang justru merespon kehadiran produk ini dengan positif untuk menurunkan angka perokok di negaranya,” tandas Bimmo.(chi/jpnn)
Jangan Lewatkan Video Terbaru:
Redaktur & Reporter : Yessy Artada