jpnn.com - JAKARTA - Anggota Komisi I DPR RI, Tantowi Yahya menilai pemberian keringanan hukuman bagi Ratu Mariyuana asal Australia, Schapelle Corby berupa remisi, grasi hingga dia memperoleh pembebasan bersyarat sangat menguntungkan Australia, terutama Perdana Meteri Tony Abbott.
Diakuinya, pemberian grasi bahkan pembebasan bersyarat terhadap terpidana memang hak prerogatif Presiden yang diatur dalam konstitusi. Namun, ketika presiden menggunakan haknya itu, terutama kepada seorang terpidana kasus narkoba, maka kontraaproduktif dengan upaya pemerintah membasmi penyalahgunaan narkoba.
BACA JUGA: SBY Diminta Segera Cari Pengganti Gita
"Bagi saya, ketika presiden berikan (grasi) itu, sedikit tidak membaca kebatinan di rakyat kita. Jadi ada ketidak sinkronan antara upaya kita melalui BNN untuk tegas menumpas habis penyalahgunaan narkoba termasuk penyelundup. Tapi di sisi lain kita membebaskan gembong dan pelakunya," kata Tantowi di DPR RI, Jakarta, Selasa (11/2).
Kebijakan pemerintahan presiden Susilo Bambang Yudhoyono ini juga dipandang tak tepat di saat sikap pemerintah Australia terhadap Indonesia tidak bersahabat dan menyepelekan. Salah satunya terkait kasus penyadapan kepada presiden dan lingkaran dekatnya.
BACA JUGA: Widodo Berikan Parsel Lebaran ke Rudi dan Deviardi
Belum lagi, tambahnya, keputusan pembebasan bersyarat bagi Corby sangat menguntungkan pemerintah Australia. Sebab, salah satu tugas besar pemerintah adalah menyelamatkan nyawa warga negaranya di negara lain.
"Dengan seperti ini, PM Abbott semakin tinggi di mata masyarakat Ausie, sementara Indonesia terpuruk," tandas politikus Partai Golkar itu.(Fat/jpnn)
BACA JUGA: Desak Tuntaskan Pengumuman CPNS dari Jalur Umum
BACA ARTIKEL LAINNYA... Anggota Komisi IX Boikot Raker RUU Kesehatan Jiwa
Redaktur : Tim Redaksi