jpnn.com, JAKARTA - Pakar Hukum Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), Yenti Garnasih menilai dasar hukum rencana Kejaksaan Agung untuk melelang sejumlah barang bukti terkait kasus dugaan korupsi pengelolaan keuangan dan dana investasi di PT Asabri maupun Jiwasraya tidak memadai.
Alasannya, Korps Adhyaksa hanya merujuk kepada Pasal 45 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), yang terbebani biaya pemeliharaan aset sitaan.
BACA JUGA: Musikus AN Ditangkap Karena Narkoba, Warganet Serbu Akun Instagram Anji eks Drive
“Terlalu minim jika berpegangan pada KUHAP saja, sementara korupsi ini sudah di luar KUHAP. Mestinya sudah punya perangkat sendiri, KUHAP itu kan untuk mencuri biasa, pidana biasa,” kata Yenti, Minggu (13/6).
Sementara dugaan adanya aset yang masih berstatus utang dan tak terkait kasus korupsi, kata Yenti seharusnya tidak dipermasalahkan kejaksaan.
BACA JUGA: Penanganan Kasus Jiwasraya-Asabri Tak Jelas, Banyak Investor Kabur
Artinya, kata Yenti tidak bisa dilaksanakan eksekusi lelangnya (non-executable).
Jika kejaksaan mengacu pada Pasal 45 KUHP, lelang tersebut harus ada persetujuan pemilik dan harus dihadiri oleh tersangka dalam pelelangan.
BACA JUGA: Ditinggal Vicky Prasetyo di Lobi Hotel, Kalina Ocktaranny: Jam 1 Pagi, Berjam-jam Aku di Situ
Namun, kejaksaan diketahui tidak menghadirkan para tersangka.
Terpisah, Pakar hukum pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar mengatakan jika tidak sesuai dengan hukum acara pelelangan itu tidak sah.
"Apalagi belum ada putusan pengadilan yang menyatakan barang tersebut sebagai hasil dari kejahatan atau barang bukti yang bisa diserahkan kepada negara. Jadi tidak sah," ujar Fickar.
Menurut Fickar, jika ke depan hasil lelang tersebut terjadi sengketa, maka bisa terjadi perubahan status barang bukti itu tidak diserahkan kepada negara.
Penyitaan benda yang sudah ada yang dijadikan barang-barang bukti sebelum waktu perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa atau terpidana baik dalam perkara Tipikor maupun dalam perkara TPPU adalah bertentangan dengan hukum.
Oleh karena itu harus dikembalikan kepada yang berhak atau dari mana barang yang bersangkutan disita.
"Artinya jaksa penuntut umum (JPU) harus mengembalikannya kepada terdakwa atau terpidana," katanya.
JPU sebagai eksekutor perkara pidana pun harus bertanggung jawab karena telah menjual harus bertanggung jawab.
"Jika nantinya pengadilan memutuskan 'mengembalikan' aset kepada yang berhak yakni terdakwa, artinya JPU harus membeli kembali barang bukti yang terlanjur sudah dijual," ucapnya.
Si pembeli barang lelang itu pun wajib dengan sukarela untuk menyerahkan barang milik terdakwa tersebut.
"JPU harus membeli kembali barang bukti yang sudah dijual. Kecuali terdakwa tidak masalah hanya menerima uang hasil penjualan barang lelang tersebut," kata Fickar.(chi/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Ini 5 Keuntungan Ikut Sekolah Kecantikan Secara Online
Redaktur & Reporter : Yessy