Pembelian Tank Leopard Dinilai Tak Tepat

Kamis, 12 Juli 2012 – 06:38 WIB

JAKARTA - Rencana pembelian tank Leopard produksi Jerman sepertinya bakal terus direalisasikan. Itu seiring dengan kesepakatan pemerintah Indonesia dengan Jerman saat kunjungan Kanselir Angela Merkel. Salah satu bidang kerjasama yang disepakati adalah bidang pertahanan.

Namun rencana pembelian itu tetap mendapat sorotan, misalnya dari Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan. Pembelian tank yang masuk kategori main battle tank itu dinilai tidak tepat.

"Pembelian itu jelas-jelas tidak sesuai dengan kebijakan pembangunan postur pertahanan negara," kata peneliti hukum dan HAM Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam) Wahyudi Djafar, kemarin.

Dalam buku postur pertahanan tahun 2007, pembelian MBT tidak termasuk dalam kebijakan pembangunan postur pertahanan. Padahal, kebijakan itu merupakan bentuk perencanaan kementerian pertahanan hingga 2029.

"Sikap inkonsisten pemerintah ini menunjukkan carut marutnya pengadaan alutsista di Indonesia," katanya.

Di tengah keterbatasan anggaran negara, seharusnya pemerintah memiliki skala prioritas. Misalnya terkait kondisi kesejahteraan prajurit TNI. "Seharusnya itu menjadi pertimbangan serius dan hati-hati bagi pemerintah dalam memodernisasi pertahanan," ujar Wahyudi.

Pembelian alutsista diharapkan benar-benar didasarkan pada kebutuhan objektif pertahanan Indonesia. Koalisi menilai, ruang gerak MBT Leopard dengan berat lebih dari 60 ton akan menghadapi kendala operasional dan mobilisasi dalam penggunaannya. Selain itu, keinginan menempatkan Leopard di wilayah perbatasan, seperti Papua, dikhawatirkan menjadi alat penekan.

Pemerintah, dalam hal ini kementerian pertahanan memang sudah memastikan membeli tank Leopard yang masuk kategori MBT sebanyak 100 unit dari Jerman. Pembelian itu sebagai pengganti rencana awal membeli tank produksi Belanda.

Seusai melakukan pertemuan bilateral dengan Kanselir Angela Merkel (10/7), Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengatakan, pengadaan tersebut dilakukan dengan tujuan modernisasi alutsista. "Sebuah negara memerlukan minimum essential force," katanya.

Menurutnya, Indonesia sudah 20 tahun tidak melakukan modernisasi alutsista. Sehingga tertinggal dengan negara-negara lain. Presiden memastikan pengadaan itu untuk tujuan yang positif, yakni perdamaian, bukan untuk perlombaan senjata.

"Saya pastikan semua itu terbuka dan transparan. Kami tidak pernah menggunakan tank tempur untuk menembaki rakyat kami," terangnya. (fal)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Taufiq Puji Mega Sebagai Kingmaker


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler