JAKARTA - Pemerintah saat ini belum menghitung indikasi pembengkakan anggaran akibat penundaan jadwal Ujian Nasional (UN) SMA/SMK di 11 provinsi pekan lalu. Penundaan terjadi karena keterlambatan percetakan naskah ujian oleh PT. Ghalia Printing.
"Tentu nanti akan ada yang menghitung, tapi intinya tentu dari kontrak yang ada, itulah yang harus dimanfaatkan," ujar Mendikbud Mohammad Nuh dalam jumpa pers di kantornya, Minggu (21/4).
Sebelumnya, Ghalia mendapat kesempatan menyelesaikan pencetakan soal UN 11 provinsi itu. Namun, karena keterlambatannya, Kemdikbud mengambil alih proyek itu dan menyerahkan pada tiga perusahaan lain. PT Ghalia hanya mengerjakan soal untuk Provinsi Bali. Sisanya, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Barat dan Gorontalo oleh PT. Pura Barutama, provinsi Sulawesi Utara, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah dan Sulawesi Selatan dikerjakan oleh PT. Temprina. Sedangkan untuk Provinsi NTT dan NTB dikerjakan oleh PT. Jasuindo Tiga Perkasa.
Menurut Nuh, penghitungan anggaran setelah adanya pengambilalihan itu akan dilakukan dengan sistem bussiness to bussiness (B to B).
"Semua adalah model B to B. Misalkan Ghalia mestinya 11 provinsi tapi jadinya 1 provinsi Itu bisa dihitung pakai proposional berapa-berapa jumlahnya. Sehingga ekuivalennya berapa. Pendekatannya B to B," papar Nuh.
Nuh belum menjelaskan angka pasti adanya penambahan anggaran atau tidak dalam penundaan UN itu. Apalagi, Kemdikbud menggunakan fasilitas dari institusi lain seperti pesawat dan helikopter dari TNI-Polri. Nuh tidak menjelaskan apakah penggunaan fasilitas itu secara gratis atau pihaknya harus membayar pada TNI-Polri.
"Dalam kondisi emergency kita enggak boleh terperangkap hal-hal yang sangat teknis kecil, malah enggak akan selesai. Oleh karena itu harus ambil keputusan," tandas Nuh. (flo/jpnn)
"Tentu nanti akan ada yang menghitung, tapi intinya tentu dari kontrak yang ada, itulah yang harus dimanfaatkan," ujar Mendikbud Mohammad Nuh dalam jumpa pers di kantornya, Minggu (21/4).
Sebelumnya, Ghalia mendapat kesempatan menyelesaikan pencetakan soal UN 11 provinsi itu. Namun, karena keterlambatannya, Kemdikbud mengambil alih proyek itu dan menyerahkan pada tiga perusahaan lain. PT Ghalia hanya mengerjakan soal untuk Provinsi Bali. Sisanya, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Barat dan Gorontalo oleh PT. Pura Barutama, provinsi Sulawesi Utara, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah dan Sulawesi Selatan dikerjakan oleh PT. Temprina. Sedangkan untuk Provinsi NTT dan NTB dikerjakan oleh PT. Jasuindo Tiga Perkasa.
Menurut Nuh, penghitungan anggaran setelah adanya pengambilalihan itu akan dilakukan dengan sistem bussiness to bussiness (B to B).
"Semua adalah model B to B. Misalkan Ghalia mestinya 11 provinsi tapi jadinya 1 provinsi Itu bisa dihitung pakai proposional berapa-berapa jumlahnya. Sehingga ekuivalennya berapa. Pendekatannya B to B," papar Nuh.
Nuh belum menjelaskan angka pasti adanya penambahan anggaran atau tidak dalam penundaan UN itu. Apalagi, Kemdikbud menggunakan fasilitas dari institusi lain seperti pesawat dan helikopter dari TNI-Polri. Nuh tidak menjelaskan apakah penggunaan fasilitas itu secara gratis atau pihaknya harus membayar pada TNI-Polri.
"Dalam kondisi emergency kita enggak boleh terperangkap hal-hal yang sangat teknis kecil, malah enggak akan selesai. Oleh karena itu harus ambil keputusan," tandas Nuh. (flo/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Ini Dapil Lima Menteri Demokrat
Redaktur : Tim Redaksi