Pemberlakuan PMK Cukai Tembakau Dianggap Langgar Hukum

Rabu, 19 Juni 2013 – 16:01 WIB
JAKARTA - Sikap Kukukh Dirjen Bea Cukai Kementerian Keuangan Agung Kuswandono yang akan tetap memberlakukan Peraturan Menteri Keuangan No 78/2013 Tentang Penetapan Golongan dan Tarif hasil Cukai Tembakau 10 Juli 2013 mendatang justru dinilai melabrak hukum tata negara.Pasalnya, bea cukai hanya pihak pelaksana dari aturan itu. Sementara, saat ini DPR dan Kemenkeu diwakili Badan Kebijakan Fiskal (BKF) belum ada kesepatan dan masih akan merevisi.

"Bea Cukai tidak bisa menetapkan sendiri aturan itu. Kementerian Keuangan mewakili pemerintah dan DPR yang menentukan, bukan bea cukai. Bea cukai hanya pelaksana aturan," tegas Pakar Hukum Tata Negara yang juga dosen Universitas Trisakti Max Boli Sabon dalam keterangan persnya,  Rabu (19/6).

Max menegaskan, jika tetap ngotot melaksanakan PMK 78, sementara DPR dan pemerintah sepakat akan merevisi, pejabat bea cukai itu bisa nilai telah melanggar hukum dan bisa dikenai sanksi.

Apalagi di dalam UU No 39/2007 Tentang Cukai, kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan cukai harus sepertujuan DPR terlebih dahulu. Sebagaimana diketahui, pada raker Bea Cukai dengan Komisi XI beberapa waktu lalu, DPR memberikan banyak catatan kepada Dirjen Bea Cukai terkait PMK ini dan meminta pemerintah untuk menunda.

"Dia sebagai pejabat kan disumpah antara lain melaksanakan peraturan perundangan selurus-lurusnya. Kalau dia ngotot tetap melaksanakan, maka bertentangan dengan undang-undang dan tidak bertanggung jawab. Bahkan bisa dikenai sanksi," tandas Max.

Dihubungi terpisah, Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Harry Azhar Azis juga meminta bea cukai tidak memberlakukan aturan PMK 78 dan menunggu revisi antara DPR dan pemerintah yang diwakili BKF.

"Bea cukai itu pelaksana saja. PMK ini akan kita bahas lagi bersama BKF Kemenkeu. DPR juga sudah minta direvisi. Saya kira tidak teralu berhubungan dengan bea cukai," tegas Harry.

Di sisi lain, peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Latif Adam menilai langkah pemerintah yang menaikkan cukai rokok terhadap industri nasional hasil tembakau berpotensi melanggar UU No 39 Tahun 2007 tentang Cukai. Menurut Latif, pemerintah saat ini telah keluar dari patron demi mengejar penerimaan negara.

"Ada seting yang salah di sini.  Cukai itu bukan instrumen utama dalam penerimaan negara," ujar Latif.

Latif mengatakan, cukai seharusnya digunakan sebagai instrumen untuk mengontrol konsumsi suatu produk atau barang. Menurut dia, pemerintah saat ini menggunakan pendekatan parsial dalam mengoleksi penerimaan negara.

“Kalau saya melihatnya sekarang ini parsial, begitu pemerintah tidak mampu memenuhi target pajak, maka kemudian instrumen cukai yang dimainkan,” terangnya. (Esy/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... IPW Kecam Demo Menutup Jalan ke RSCM

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler