jpnn.com, SLEMAN - Polda DIY menahan IYA, pembina Pramuka SMPN 1 Turi Sleman yang menjadi penanggung jawab susur sungai Sempor Donokerto Turi. Penahanan tersebut melengkapi status IYA sebagai tersangka oleh penyidik.
Wakapolda DIY Brigjen Karyoto memastikan guru SMPN 1 Turi tersebut bersalah. Dalam kasus ini, IYA memiliki peran sebagai penanggung jawab. Namun, knyataannya saat susur Sungai, tersangka justru meninggalkan anak asuhnya.
BACA JUGA: Cumulonimbus dan SMPN 1 Turi Sleman
"Kami tahan sejak malam (Sabtu 22/2) tadi, karena terbukti bersalah dalam giat susur sungai Sempor Donokerto hari Jumat (21/2). Perannya sebagai pembina pramuka, tetapi saat kejadian lalai dalam manajemen resiko,” kata Karyoto kepada Radar Jogja, di RS Bhayangkara, Minggu (23/2).
Karyoto turut menyoroti giat susur sungai. Terutama peran sosok IYA sebagai pembina Pramuka. Ada kelalaian yang menyebabkan orang lain luka hingga meninggal dunia.
BACA JUGA: Menko Polhukam Singgung Rok Panjang Pramuka SMPN 1 Turi Sleman
Sebelum tragedi ada peringatan dini cuaca ekstrem dari Staklim BMKG. Setibanya di lokasi susur sungai juga ada peringatan. Mulai dari pengelola wahana sungai Sempor hingga warga setempat.
“Seorang pembina pramuka seharusnya paham atau memiliki wawasan lebih soal manajemen bahaya. Tahu bahaya sungai apalagi cuaca saat kejadian. Sehingga ada potensi air bah,” katanya.
BACA JUGA: Mbah Mijan Sampai Merinding Membaca Kabar Itu
Pembina, lanjutnya, harus benar-benar memetakan potensi rawan. Terlebih dalam kejadian ini seluruh peserta adalah anak bawah umur yang tidak memiliki kemampuan dalam bertahan hidup.
Sungai Sempor memiliki lebar lima hingga sepuluh meter. Ditambah adanya palung sungai, batu berongga hingga arus sungai. Kedalaman sungai berkisar antara 1,5 meter hingga 2 meter.
“Lewat nalar saja, susur sungai peserta anak-anak, tetapi sungainya dengan arus lumayan deras. Kiri kanan banyak batunya, jatuh, terbentur batu dan lain-lain,” ujarnya.
Korban tragedi sungai Sempor mayoritas berusia 13 hingga 14 tahun. Rentang usia tersebut merupakan siswa kelas VII dan VIII.
“Fisik saja masih ringkih untuk ikut kegiatan berat seperti itu. Risiko kegiatan itu harus dipikirkan, termasuk resiko fatalnya. Inilah yang namanya manajemen resiko,” katanya.(dwi/tif/radarjogja)
Pemegang Saham Lebih Untung:
Redaktur & Reporter : Adek