jpnn.com - BOGOR- Pelaku usaha di Puncak (Megamendung-Cisarua) mulai mengkhawatirkan aksi penertiban vila yang sedang gencar dilakukan Satpol PP Kabupaten Bogor. Penertiban yang kerap diwarnai kericuhan itu bisa menurunkan tingkat okupansi wisata. Terlebih masa liburan akhir tahun kini tinggal seminggu ke depan.
Berdasarkan data yang dihimpun Radar Bogor (JPNN Grup), jumlah wisatawan menyewa hotel dan vila di kawasan Puncak pada Sabtu dan Minggu mencapai 1.500 orang. Namun, pada moment tertentu seperti perayaan Natal, Tahun Baru maupun libur nasional, jumlahnya bisa meningkat drastis mencapai 10.000 orang.
BACA JUGA: Dua Pejabat Kota Depok Tersangka
Kelompok Penggerak Pariwisata (Kompepar) Cisarua memprediksi, jumlah pelancong domestik di akhir tahun ini bisa turun mencapai 40 persen. Penurunan jumlah pengunjung ini terbukti dari banyaknya turis asal Jabodetabek yang mulai membatalkan pesanan vilanya yang hendak dihuni di perayaan tahun baru mendatang.
“Biasanya dua puluh hari menjelang tahun baru para wisatawan domestik sudah banyak yang booking vila. Namun sekarang banyak wisatawan yang menarik uang bookingnya di vila yang akan disewanya di tahun baru nanti,” ucap Ketua Kompepar, M Teguh Mulyana kepada Radar Bogor (JPNN Grup), Minggu (15/12).
BACA JUGA: Ratusan Siswa SD Mengidap Cacingan
Litbang Radar Bogor (JPNN Grup) mencatat, perputaran uang di Puncak selama masa liburan akhir tahun lalu bisa mencapai Rp22 miliar perhari. Angka itu muncul setelah melalui penghitungan quick count tourism. Yakni, 50 persen jumlah kendaraan masuk, hasilnya dikali empat penumpang kemudian dikali lagi dengan belanja hidup seorang pelancong.
Jika jumlah mobil dan motor yang merangsek ke Puncak lebih dari 60 ribu unit, maka setengah dari jumlah tersebut itu dikali empat. Hasilnya, sekitar 120 ribu wisatawan. Para wisatawan diprediksi membelanjakan uangnya rata-rata Rp175 ribu per orang. Itu untuk menginap satu malam, makan berat tiga kali, makan ringan atau jajan dua kali, dan menikmati objek wisata. “Itu hasil coverage dengan memperhitungkan belanja terendah dan tertinggi. Jadi, perputaran uang sebanyak 120 ribu wisatawan lokal sebesar Rp21 miliar selama 24 jam,” terangnya.
BACA JUGA: 217 Pelajar Cacingan
Menurut Teguh, wisatawan khawatir uang mereka terancam hilang bila vila yang disewanya itu ternyata masuk dalam agenda pembongkaran satpol PP. Seperti salah satu kelompok bikers asal Jakarta yang terpaksa gigit jari lantaran kehilangan DP (down payment) mereka. Itu karena vila yang hendak ditempati kini sudah rata dengan tanah.
“Ada orang yang sudah membayar sewa vila milik Parlindungan. Namun karena vila itu dibongkar, orang yang menyewanya itu kehilangan uangnya. Si pemilik tidak mungkin akan mengembalikan uang itu dan ini terjadi di beberapa vila lainnya,” kata dia.
Dari hitung-hitungan kasar, potensi pendapatan pemilik vila sebesar Rp360 juta dipastikan hangus. Hitungan itu diambil dari harga sewa vila tiga kamar Rp4 juta dikalikan 90 bangunan yang sudah diberangus Satpol PP. Tak hanya itu, pendapatan para penjaga vila dari katering saat wisatawan menginap di vila juga bakal ikut terganggu.
Dalam sehari, uang catering yang harus dibayar para penyewa vila berkisar Rp25 ribu/orang untuk satu hari makan. Sementara satu orang dalam sehari makan bisa dua kali. Berarti satu orang pengunjung harus membayar uang catering sebesar Rp50 ribu. “Bila satu vila dihuni oleh sepuluh orang sudah bisa dibayangkan berapa kerugiannya,” jelas dia.
Bagaimana penghasilan penjaga vila" Sebulannya para penjaga vila mampu meraup penghasilan untung mencapai Rp4 juta. Penghasilan dari penyediaan kebutuhan itu berkali lipat dengan gajinya yang hanya berkisar Rp750 ribu sampai Rp1 juta.
Teguh mengatakan, para penjaga vila di Kawasan Puncak sebetulnya sudah bisa dikatakan sebagai pengelola vila. Pasalnya, penjaga vila bukan sekadar melakukan perawatan, namun juga memberikan pemasukan kepada pemilik vila dengan akumulasi setoran yang sudah ditetapkan.
“Biasanya penjaga vila memberikan uang bulanan kepada pemilik vila mencapai Rp3-4 juta. Namun semua itu tergantung dari fasilitas yang ditawarkan di vila itu. Kalau fasilitas oke, setoran juga oke,” ungkapnya.
Sementara itu, salah seorang penjaga vila, Surahmat (49) warga Kampung Sukatani, RT 04/06, Desa Tugu Utara, Kecamatan Cisarua, kini mengaku bingung. Nasibnya tak jelas setelah vila yang dia jaga akhirnya diratakan Satpol PP. Sembari menunggu datangnya pekerjaan tetap, ayah dua anak ini memilih bertani. Untuk memenuhi kebutuhannya sehari-harinya, Surahmat memanfaatkan sisa puing bangunan bosnya itu untuk dijual.
"Sisa puing bangunan bos saya itu, seperti besi, kawat, kayu saya jual kepada pengepul. Begitu pula dengan kusen dan kaca yang masih bisa diselamatkan," ucapnya.
Selama menjaga vila, Surahmat mengaku mendapat gaji sebesar Rp800 ribu. “Namun bulan depan nanti gaji itu pasti diputus," ungkapnya seraya pasrah.(rp6/d)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Awas Cuaca Ekstrem Bayangi Jakarta Pusat
Redaktur : Tim Redaksi