Pemda Jangan Takut Pertahankan Perda Miras

Sabtu, 14 Januari 2012 – 08:31 WIB

JAKARTA-Permintaan Mendagri Gamawan Fauzi agar sembilan perda miras dievaluasi karena bertentangan dengan Keppres 3/1997 terus menuai protes. Sebab, Keppres tersebut belum mendasarkan diri kepada UU 32/2004 tentang Pemerintah Daerah, yang kemudian menjadi dasar pembagian kewenangan pusat dan daerah.

Sekretaris Jenderal PPP M Romahurmuziy mengatakan, miras itu sangat merugikan kesehatan serta mengganggu ketenteraman dan ketertiban masyarakat. Dampaknya setara dengan narkoba dan obat-obatan psikotropika yang sudah ada di UU 35/2009. ’’Karena itu, semestinya pengendalian miras diatur dengan peraturan setingkat UU,’’ kata Romahurmuziy.

Kalau itu sudah diundangkan, lanjut dia, Mendagri baru dapat mengevaluasi perda larangan miras yang sudah diterbitkan. ’’Masa sebuah surat Mendagri bisa memerintahkan penghentian pelaksanaan perda. Padahal menurut UU no 12/2011 pasal 9 ay (2), peraturan perundangan di bawah UU yang diduga bertentangan dengan UU pengujiannya dilakukan di MA,’’ ungkap dia.

Karena itu, Partai Persatuan Pembangunan (PPP) mendesak Mendagri mencabut surat-surat perintah penghentian pelaksanaan perda. Kalau tidak, pemerintah daerah jangan takut mempertahankan perda. Sebab, surat Mendagri tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. ’’Jangan sampai perintah penghentian perda ini memperkuat dugaan adanya persekongkolan dengan pabrik miras kadar 0-5% (golongan A), yang sejak dulu berkeinginan dijual bebas."

Sikap dasar PPP jelas, bahwa miras adalah barang haram yang tidak boleh dikonsumsi umat Islam. Namun mempertimbangkan kebhinnekaan bangsa, DPP PPP sudah menginstruksikan F-PPP DPR RI untuk memasukkan agenda RUU Pengendalian peredaran Miras ini menjadi Prolegnas 2012 dalam paripurna terdekat. ’’Semoga dengan itu, polemik soal ini bisa diakhiri,’’ tutur dia.

Dalam rangka perlindungan konsumen, pengendalian miras juga bisa dimasukkan dalam RUU Jaminan Produk Halal dengan pasal negatif. Misalnya, dalam hal produk yang sudah jelas keharamannya menurut agama tertentu yang diakui di Indonesia, produsen wajib mencantumkan label ’’haram dikonsumsi umat (agama tersebut)’’.

Sementara itu, ribuan santri yang tergabung dalam Forum Silaturahm Pondok Pesantern Kota Tangerang melakukan aksi di halaman Masjid Al-Azom Kota Tangerang, kemarin. Mereka menuntut dibatalkannya pencabutan perda larangan miras. Mereka tidak terima Mendagri mencabut Perda No 7 tahun 2005 tentang Pelarangan, Peredaran dan Penjualan Minuman Beralkohol di Kota Tangerang.

’’Mengapa menteri mementingkan uang dari pada masa depan bangsa ini,’’ ujar salah seorang santri. ’’Hanya orang yang tidak punya akal yang mencabut perda larangan miras,’’ tukas lainnya.

Para santri berpendapat, pencabutan perda ini jelas akan menimbulkan dampak baru, di antaranya degradasi sosial. Dan jika benar terjadi sangat memprihatinkan masyarakat.

Seperti diberitakan, dari 351 perda bermasalah hasil evaluasi tahun 2011, hanya sembilan perda yang mengatur soal miras. Sembilan Perda itu adalah Perda Nomor 7 tahun 2005, yang mengatur Miras di Kota Tangerang, Perda Nomor 7 Tahun 2005 sebagaimana diubah menjadi Perda Nomor 15 Tahun 2006 di Kabupaten Indramayu, dan Perda Nomor 11 Tahun 2010 untuk Kota Bandung.

Selain itu, Perda Nomor 9 Tahun 2002 yang diterbitkan oleh Pemprov Bali, Perda Nomor 6 Tahun 2007 yang dikeluarkan Pemko Banjarmasin, Perda Nomor 5 Tahun 2006 yang dikeluarkan Pemkab Manokwari, Perda Nomor 5 Tahun 2009 yang diterbitkan Pemkab Penajam Paser Utara.

Dua lagi adalah Perda Nomor 16 Tahun 2000 yang dikeluarkan Pemko Balikpapan, dan terakhir Perda Nomor 5 Tahun 2006 yang diterbitkan Pemko Sorong.  (kin)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Tape Ketan Juga Akan Dikaji FPI


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler