JAKARTA - Pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang pembentukan Kabupaten Simalungun Hataran menjadi UU, dinilai sulit dilakukan. Pasalnya, persyaratan pembentukan kabupaten yang ingin pisah dari Kabupaten Simalungun ini belum terpenuhi.
Anggota Komisi II DPR Abdul Wahab Dalimunthe mengatakan, sudah sejak lama dirinya memperjuangkan pembentukan Kabupaten Simalungun Hataran. Namun, sudah sejak lama juga persyaratan pembentukan Daerah Otonom Bari (DOB) yang tercantum dalam UU 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah (pemda) serta Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 Tahun 2007 tentang tata cara pembentukan, penghapusan dan penggabungan daerah, belum dilengkapi oleh pihak pemerintah Kabupaten Simalungun.
"Syarat-syarat belum lengkap disampaikan ke komisi II. Diantaranya mengenai peta, analisa daerah yang dibuat oleh universitas (akademisi), surat dari bupati dan gubernur. Jadi, mau didorong bagaimanapun kalau syarat tidak lengkap sulit dilakukan," ujarnya kepada JPNN di Jakarta, kemarin (2/1).
Menurut anggota DPR dari Daerah Pemilihan (Dapil) Sumut I ini, pihak pemerintah Kabupaten Simalungun maupun pihak provinsi Sumatera Utara, belum seluruhnya menghadap komisi II DPR yang mengurusi masalah pemekaran daerah. Sehingga, pihak DPR maupun pemerintah pusat belum mengetahui secara jelas maksud pemekaran Kabupaten Simalungun Hataran.
Seharusnya, lanjut Abdul, seluruh pihak pemerintah setempat, baik bupati, gubernur dan lainnya, harus rutin menjalin komunikasi bahkan bertemu dengan Komisi II DPR. Hal itu perlu dilakukan agar pihak DPR, DPD, pemerintah pusat, dapat mengetahui secara detail maksud pembentukan DOB Kabupaten Simalungun Hataran. "Seperti daerah-daerah di Indonesia Timur, semuanya hadir ke komisi II. Jadi semua pihak mengetahui secara detail maksud pemekasan suatu daerah," kata Abdul.
Walaupun Kabupaten Simalungun mengalami berbagai kendala untuk dimekarkan, politisi partai Demokrat ini tetap menilai, daerah tersebut sangat layak dimekarkan. Pasalnya, apabila daerah tersebut dimekarkan, maka kesejahteraan masyarakat setempat akan meningkat. "Simalungun layak dimekarkan, tapi persyaratan harus dipenuhi. Dan harus ada ikhtikat baik," jelas Abdul.
Abdul menambahkan, usulan daerah untuk dimekarkan yang masuk ke komisi II DPR, sangat banyak. Sehingga, DPR perlu menseleksi secara ketat untuk meloloskan daerah untuk dimekarkan. Setelah itu, komisi II DPR mengkonsultasikan kepada pihak pemerintah dalam hal ini Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), apakah suatu daerah layak atau tidak layak sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. "Jadi nanti dibuatkan panja dulu oleh DPR. Dan tidak singkat untuk daerah dapat dimekarkan, butuh proses yang panjang," tukas Abdul.
Mengenai berbagai kalangan menilai pengesahan RUU tentang pembentukan Kabupaten Simalungun Hataran tidak perlu rekomendasi dari gubernur untuk daerah tersebut dimekarkan, Abdul mengatakan, tidak dapat seperti itu. Karena, suatu daerah akan dimekarkan baik itu di kabupaten/kota maupun provinsi, harus ada rekomendasi dari gubernur tidak bisa diwakilkan oleh pihak lain. "Harus ada rekomendasi dari gubernur," tegasnya.
Ketua Panja RUU 19 DOB yang juga Wakil Ketua Komisi II DPR Abdul Hakam Naja menambahkan, pembentukan RUU tersebut tidak menjadi prioritas utama komisi II DPR untuk dibahas pada 2013.
Pasalnya, Komisi II DPR sedang fokus membahas RUU 19 DOB yang pada tahun 2012 lalu baru 12 RUU DOB yang disahkan. Sehingga DPR untuk kedepannya memprioritaskan 7 RUU DOB yang tersisa. "Jadi kami prioritaskan RUU 19 DOB yang sekarang sudah disahkan 12 RUU.
Namun, politisi Partai Amanat Nasional (PAN) ini mengatakan, pembentukan RUU Kabupaten Simalungun Hataran menjadi UU tetap dapat dilakukan dengan melihat data-data yang dipaparkan oleh pihak pemerintah Kabupaten Simalungan.
Apakah data-data yang disampaikan sesuai dengan PP 78/2007 atau tidak, tentunya akan menjadi pertimbangan DPR dan pemerintah. "Tentu (Kabupaten Simalungan) bisa dimekarkan dengan melihat data yang dipaparkan. Kemudian diproses oleh lembaga independent dan diuji publik," tukas Hakam. (mrk/jpnn)
Anggota Komisi II DPR Abdul Wahab Dalimunthe mengatakan, sudah sejak lama dirinya memperjuangkan pembentukan Kabupaten Simalungun Hataran. Namun, sudah sejak lama juga persyaratan pembentukan Daerah Otonom Bari (DOB) yang tercantum dalam UU 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah (pemda) serta Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 Tahun 2007 tentang tata cara pembentukan, penghapusan dan penggabungan daerah, belum dilengkapi oleh pihak pemerintah Kabupaten Simalungun.
"Syarat-syarat belum lengkap disampaikan ke komisi II. Diantaranya mengenai peta, analisa daerah yang dibuat oleh universitas (akademisi), surat dari bupati dan gubernur. Jadi, mau didorong bagaimanapun kalau syarat tidak lengkap sulit dilakukan," ujarnya kepada JPNN di Jakarta, kemarin (2/1).
Menurut anggota DPR dari Daerah Pemilihan (Dapil) Sumut I ini, pihak pemerintah Kabupaten Simalungun maupun pihak provinsi Sumatera Utara, belum seluruhnya menghadap komisi II DPR yang mengurusi masalah pemekaran daerah. Sehingga, pihak DPR maupun pemerintah pusat belum mengetahui secara jelas maksud pemekaran Kabupaten Simalungun Hataran.
Seharusnya, lanjut Abdul, seluruh pihak pemerintah setempat, baik bupati, gubernur dan lainnya, harus rutin menjalin komunikasi bahkan bertemu dengan Komisi II DPR. Hal itu perlu dilakukan agar pihak DPR, DPD, pemerintah pusat, dapat mengetahui secara detail maksud pembentukan DOB Kabupaten Simalungun Hataran. "Seperti daerah-daerah di Indonesia Timur, semuanya hadir ke komisi II. Jadi semua pihak mengetahui secara detail maksud pemekasan suatu daerah," kata Abdul.
Walaupun Kabupaten Simalungun mengalami berbagai kendala untuk dimekarkan, politisi partai Demokrat ini tetap menilai, daerah tersebut sangat layak dimekarkan. Pasalnya, apabila daerah tersebut dimekarkan, maka kesejahteraan masyarakat setempat akan meningkat. "Simalungun layak dimekarkan, tapi persyaratan harus dipenuhi. Dan harus ada ikhtikat baik," jelas Abdul.
Abdul menambahkan, usulan daerah untuk dimekarkan yang masuk ke komisi II DPR, sangat banyak. Sehingga, DPR perlu menseleksi secara ketat untuk meloloskan daerah untuk dimekarkan. Setelah itu, komisi II DPR mengkonsultasikan kepada pihak pemerintah dalam hal ini Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), apakah suatu daerah layak atau tidak layak sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. "Jadi nanti dibuatkan panja dulu oleh DPR. Dan tidak singkat untuk daerah dapat dimekarkan, butuh proses yang panjang," tukas Abdul.
Mengenai berbagai kalangan menilai pengesahan RUU tentang pembentukan Kabupaten Simalungun Hataran tidak perlu rekomendasi dari gubernur untuk daerah tersebut dimekarkan, Abdul mengatakan, tidak dapat seperti itu. Karena, suatu daerah akan dimekarkan baik itu di kabupaten/kota maupun provinsi, harus ada rekomendasi dari gubernur tidak bisa diwakilkan oleh pihak lain. "Harus ada rekomendasi dari gubernur," tegasnya.
Ketua Panja RUU 19 DOB yang juga Wakil Ketua Komisi II DPR Abdul Hakam Naja menambahkan, pembentukan RUU tersebut tidak menjadi prioritas utama komisi II DPR untuk dibahas pada 2013.
Pasalnya, Komisi II DPR sedang fokus membahas RUU 19 DOB yang pada tahun 2012 lalu baru 12 RUU DOB yang disahkan. Sehingga DPR untuk kedepannya memprioritaskan 7 RUU DOB yang tersisa. "Jadi kami prioritaskan RUU 19 DOB yang sekarang sudah disahkan 12 RUU.
Namun, politisi Partai Amanat Nasional (PAN) ini mengatakan, pembentukan RUU Kabupaten Simalungun Hataran menjadi UU tetap dapat dilakukan dengan melihat data-data yang dipaparkan oleh pihak pemerintah Kabupaten Simalungan.
Apakah data-data yang disampaikan sesuai dengan PP 78/2007 atau tidak, tentunya akan menjadi pertimbangan DPR dan pemerintah. "Tentu (Kabupaten Simalungan) bisa dimekarkan dengan melihat data yang dipaparkan. Kemudian diproses oleh lembaga independent dan diuji publik," tukas Hakam. (mrk/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... 4 SSK Brimob Amankan Makassar
Redaktur : Tim Redaksi