jpnn.com, SERANG - Saksi yang dihadirkan pada sidang ke-6 perkara pemerasan oleh oknum Bea Cukai Bandara Soekarno Hatta justru mengungkap sejumlah kejanggalan terkait pihak pelapor, PT Sinergi Karya Kharisma.
Dalam persidangan yang digelar di PN Tipikor Serang, Rabu (18/5), tim Jaksa Penuntut umum menghadirkan dua orang saksi.
BACA JUGA: Sidang Pemerasan di Bandara Soetta, QAB Sebut Mantan Bos Abaikan Pelanggaran PT SKK
Mereka adalah Firul zubaid Affandi Fungsional Peneliti Dokumen Tingkat Terampil (PDTT) di KPU Bea Dan Cukai Type C Soekarno-Hatta, dan Miftahul Awal, pelaksana pada Seksi Pelayanan Kepabeanan I KPU Bea Dan Cukai Type C Soekarno-Hatta.
Secara regulasi, Firul dan Awal menjelaskan bahwa jika pihak pengelola Tempat Penimbunan Sementara (TPS) di Bandara Soetta diketahui memiliki kekurangan terkait persyaratan yang ditetapkan oleh Bea Cukai, maka ada proses berjenjang sebelum surat peringatan dan sanksi administrasi dapat dikenakan.
BACA JUGA: Kasus Pemerasan di Bandara Soetta, PT SKK Bantah Tudingan Terdakwa
Kasus ini menjadi sorotan karena hingga sidang ke 6 saat ini tuduhan kepada Qurnia Ahmad Bukhori, mantan Kepala Bidang Pelayanan dan Fasilitas Pabean dan Cukai I pada Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai Tipe C, Soetta, belum dapat dibuktikan dari keterangan para saksi yang dihadirkan dari tim JPU.
Qurnia terseret menjadi terdakwa dalam kasus ini akibat ulah mantan bawahannya Vincentius Istiko Murtiadji yang menerima 13 kali aliran dana dari PT SKK, yang disebut dalam dakwaan jaksa sebagai “pemerasan”, bukan penyuapan.
BACA JUGA: PT SKK Bantah Tudingan Terdakwa Pemerasan di Bandara Soetta
PT SKK merupakan salah satu pengelola TPS di Soetta.
Bukti-bukti yang disodorkan pihak JPU antara lain adalah beberapa surat tugas, yang memang sudah menjadi kewenangan Qurnia, namun dijadikan sebagai alat bukti pemerasan.
Benarkah demikian? Dalam persidangan terakhir, ketika saksi Awal ditanya oleh Qurnia, dijelaskan bahwa pengenaan sanksi administrasi itu ditandatangani oleh Kepala Kantor, karena memang tugas dan fungsinya kepala kantor, termasuk surat peringatan.
“Pelaksanaan monev sesuai dengan surat tugas ditanda tangani oleh kepala kantor. Monev ini jadi tusi pak Awal, dimasukkan dalam indikator kinerja utama (IKU). Memang tugas sehari-hari pak Awal karena sudah dimasukkan ke dalam IKU, apakah monev yang dilakukan yang sudah menjadi Tusi dan IKU dan sesuai SOP yang mengacu pada PMK dan Perdirjen, dilakukan ke seluruh TPS atau tertentu saja?” demikian tanya Qurnia.
Awal menjawab kegiatan monev dilakukan secara “equal treatment” kepada seluruh TPS.
Awal juga membenarkan bahwa memang ada matriks dan kertas kerja monitoring yang menjadi panduan petugas dan hasilnya ada beberapa TPS yang diusulkan oleh tim monev Bea Cukai untuk dilakukan perbaikan, misal akses CCTV tidak bisa dipergunakan ada IT inventory nya tidak di daya gunakan.
Saksi awal membenarkan bahwa kewajiban TPS adalah untuk segera memperbaiki jika petugas menemukan kekurangan, agar mereka dapat memenuhi sesuai dengan peryaratan perizinan awal dan untuk mempermudah controlling dari bea cukai.
Karena pemanfaatan atas CCTV dan IT inventory tidak hanya untuk di tempat pak awal tapi berguna untuk pengawasan di seluruh bidang tergantung tupoksi masing-masing.
Ketika ditanya jika beberapa hal yang diminta tim monev Bea Cukai tidak dilakukan oleh pengelola TPS, maka akan diterbitkan surat peringatan, itu pun usulan dari tim Monev. Tiap TPS harus menindaklanjuti dalam kurun waktu 30 hari sesuai dengan PMK 109, saksi Awal membenarkan hal tersebut.
“Pihak TPS karena dia harus memperbaiki, sudah diberikan surat peringatan tapi tidak dilakukan perbaikannya, maka dapat sesuai PMK 109 dapat dilakukan pembekuan oleh Kepala Kantor. Apakah usulan atau peringatan itu dilakukan ke seluruh TPS atau hanya TPS tertentu saja?,” tanya Qurnia.
Awal menjawab “Sesuai PMK 109 bahwa monitoring dilakukan ke seluruh TPS, apabila ditemukan tidak memandang TPS mana pun.”
“Berarti itu equal treatment?” tanya Qurnia.
Dia juga menanyakan apakah dalam melakukan monev ada biaya yang dibebankan ke pihak TPS?
“Tidak ada,” jawab Awal.
Saksi lainnya, yakni Firul Zubaid Affandi yang merupakan pejabat fungsional yang secara hirarki merupakan bawahan dan bertanggung jawab langsung kepada Kepala Kantor Bea Cukai di Soekarno Hatta Finari Manan justru membeberkan hal lebih mengejutkan.
Sebagai informasi, tugas pokok dan fungsi yang dijalankan Firul yaitu meneliti dokumen pengiriman barang atau yang disebut dengan Consignment Note (CN) yang diajukan oleh Perusahaan Jasa Titipan.
Elemen yg diteliti berupa uraian barang, jumlah jenis barang, kode HS dan tarif bea masuk serta pajak impor.
Pada persidangan kemarin justru saksi pelapor PT SKK dinilai sering melakukan manipulasi invoice
Firul mengaku untuk PT SKK dirinya sering menemukan adanya kesalahan, dan paling banyak ditemukan yaitu kesalahan under invoice atau manipulasi harga nilai pabean.
"Temuan kesalahan pasti. Paling sering nilai pabean, uraian barang diberitahukan terlalu umum tidak spesifik. Saya perbaiki, (tidak perlu dilaporkan ke kepala kantor selaku atasan langsung ) langsung kita koreksi," tandasnya.
Firul mengungkapkan secara jelas under invoice yaitu adanya penurunan harga dari nilai sebenarnya. Kesalahan itu dapat menyebabkan kerugian keuangan negara dari pajak impor yang seharusnya dibayar.
"Under Invoicing secara umum nilainya diturunkan dari harga sebelumnya. Bisa disimpulkan seperti ini (mark down barang). Pastinya (kerugian negara)," ungkapnya.
Sementara itu, terdakwa Qurnia Ahmad Bukhori mengatakan dari beberapa persidangan sebelumnya, saksi menyebut PT SKK banyak melakukan pelanggaran yang dapat merugikan keuangan negara.
"Fakta persidangan PT SKK yang disampaikan saksi Firul tadi banyak kesalahan berupa under invoicing, memberitahukan jenis barang berbeda, impor barang larangan pembatasan tanpa ijin yang diteruskan untuk ditangani p2. ini (kesalahan) tentunya merugikan negara," katanya. (dil/jpnn)
Redaktur & Reporter : M. Adil Syarif