jpnn.com, SERANG - Eks Kepala Bidang Pelayanan Fasilitas Bea dan Cukai Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai Tipe C Bandara Soekarno Hatta (BC Soetta) Qurnia Ahmad Bukhari (QAB) mengungkap adanya pembiaran terhadap dugaan pelanggaran kepabeanan perusahaan jasa titipan PT SKK.
Pembiaran tersebut dilakukan oleh mantan atasannya, yakni Kepala KPU BC Soetta Finari Manan.
BACA JUGA: Kasus Pemerasan di Bandara Soetta, PT SKK Bantah Tudingan Terdakwa
Hal itu diungkap QAB di Pengadilan Negeri Tangerang, Jumat (13/5), saat menjalani sidang kelima kasus dugaan pemerasan yang telah menjeratnya jadi terdakwa.
Dia beserta seorang anak buahnya bernama Vincentius Istiko Murtiadji (VIM) dituduh memeras PT SKK pada periode Mei 2020 hingga Mei 2021.
BACA JUGA: Eks Pejabat Bea Cukai Mengaku Dijebak dalam Kasus Pemerasan di Bandara Soetta, Begini Kronologinya
Dalam sidang tersebut, empat orang saksi dihadirkan oleh tim jaksa penuntut umum (JPU). Salah satu di antaranya adalah Rahmat Handoko yang saat ini menduduki posisi kepala Seksi Pabean 1 Bidang Pelayanan Fasilitas Bea dan Cukai BC Soetta.
Saksi Rahmat Handoko mengatakan dirinya baru bergabung dengan BC Soetta pada Agustus 2021. Ketika itu QAB tidak lagi bertugas di BC Soetta karena dipromosikan menjadi Kepala Kantor Bea Cukai Palangkaraya, Kalimantan Tengah.
BACA JUGA: Kasus Pemerasan di Bandara Soetta, Ada Istilah Uang Bensin untuk Teman Seangkatan STAN
Namun dia mengetahui dan telah mempelajari data pekerjaan yang dilakukan QAB di BC Soetta.
Rahmat menilai apa yang telah dilakukan QAB telah sesuai dengan aturan yang ditetapkan oleh Peraturan Menteri Keuangan dan Peraturan Dirjen Bea Cukai, seperti yang diamanatkan PMK 199 tahun 2019, PMK No. 109 Tahun 2020 dan Perdirjen BC No. 10 Tahun 2020.
Rahmat juga mengaku tengah menindaklanjuti sejumlah data temuan pada hasil monev para pendahulunya di BC Soetta.
"Ada beberapa yang ditindaklanjuti, dan ada beberapa yang sedang proses," ucap Rahmat kepada Majelis Hakim yang diketuai Slamet Widodo itu.
Rahmat kemudian menjelaskan alur kegiatan monev lingkungan bea cukai yang mewajibkan pelaporan secara berjenjang, mulai dari tim teknis lapangan, lalu kepala bidang, hingga kepala kantor.
Jika terjadi pelanggaran terkait IT inventory dan akses cctv, perusahaan terkait harus menyelesaikan dalam kurun waktu 30 hari ke depan.
"Sesuai peraturan, jika tidak ditindaklanjuti selama 30 hari, dilakukan pembekuan," kata Rahmat.
Bila terjadi pelanggaran kepabeanan, seperti barang yang sudah dikeluarkan dari TPS sebelum ada persetujuan dari pejabat pabean maka akan dilakukan penelitian mendalam oleh Bidang Penindakan dan Penyidikan (P2).
Bila memenuhi unsur pidana akan dilakukan penyidikan, tetapi jika tidak maka hanya akan dikenakan sanksi denda
Menurut dia, Bidang P2 juga akan menyegel dan membuat surat bukti penindakan (SBP) sebagai bukti perusahaan telah melakukan pelanggaran
Terkait PT SKK, Rahmat mengungkapkan bahwa perusahaan itu pernah dikenakan sanksi denda sebesar Rp 250 juta karena melanggar Pasal 10a ayat 8 UU Kepabeanan.
Selain itu bidang P2 juga beberapa kali melakukan penindakan atas pelanggaran yang dilakukan oleh SKK dengan melakukan penyegelan dan menerbitkan SBP.
Menanggapi pernyataan itu, QAB mengingatkan Rahmat soal tindak lanjut temuan monev atas PT SKK dan sejumlah pelanggaran yang masih diteliti P2 .
Ditegaskan QAB, pelanggaran-pelanggaran tersebut berpotensi kuat merugikan keuangan negara.
"Anda memiliki kewajiban memonitor tindak-lanjut dari Bidang P2 terkait Nota Dinas 1142, Nota Dinas 1144, Nota Dinas 1454, Nota Dinas 1935, dan beberapa nota dinas lainnya," ucap QAB.
"Masih ada beberapa pelanggaran yang belum ditindaklanjuti kepala kantor (Finari Manan), padahal berpotensi merugikan keuangan negara," tegas QAB.
Menurutnya, pada hasil monev PT SKK ditemukan indikasi pelanggaran kepabeanan yang merugikan negara dari sisi pendapatan pajak impor dan denda.
"Hasil monev PT SKK, ditemukan adanya indikasi pelanggaran kepabeanan berupa pengeluaran barang impor secara ilegal, dan penukaran barang impor di TPS SKK (Tempat Penimbunan Sementara PT SKK), yang mengakibatkan potensi kerugian negara dari (pendapatan) pajak impor dan denda," ungkap QAB.
PT SKK sendiri melalui keterangan tertulis telah membantah pernyataan QAB dan Rahmat tersebut. Perusahaan tersebut bersikeras tidak pernah melakukan pelanggaran kepabeanan.
“Kami membantah dengan keras adanya pelanggaran kepabeanan yang dilakukan oleh PT SKK. Perlu kami sampaikan pula bahwa hingga saat ini operasional PT SKK berjalan dengan lancar dan tanpa ada kendala maupun hambatan apa pun,” ujar kuasa hukum PT SKK Panji Satria Utama. (dil/jpnn)
Redaktur & Reporter : M. Adil Syarif