jpnn.com - Kakao menjadi salah satu komoditas perkebunan pencetak devisa negara. Karena itu, pemerintah mendorong hilirisasi agar petani mendapatkan nilai tambah.
“Jika petani tak diberi ruang untuk mengembangkan produk turunan, maka sekitar 2.000 persen nilai tambah hilang (dimanfaatkan pihak lain). Karena itu, pada tahun 2020 kami akan meningkatkan hilirisasi kakao petani,” kata Dirjen Perkebunan Kementerian Pertanian (Kementan) Kasdi Subagyono.
BACA JUGA: Kementan Mempercepat Proses Bisnis Ekspor Produk Olahan Kakao
Bahkan Kasdi mengatakan, pihaknya akan mendorong petani kakao bisa mengolah kakao menjadi produk yang siap konsumsi. Nantinya olahan kakao tersebut bisa dipasarkan ke supermarket atau toko. “Kita juga siapkan off takernya. Kemudian melibatkan swasta, BUMN dan Pemda. Pemerintah pusat akan menyediakan infrastrukturnya,” katanya.
Menurut Kasdi, hilirisasi kakao tak hanya memberi bantuan alat pengering ke petani. Namun, petani mendapatkan pendampingan sampai ke pengemasan produk yang menarik konsumen. “Pastinya harus riil. Hilirisasi ini bisa dilakukan dalam skala mini atau keluarga. Nah, kalau sudah berhasil akan kami replikasi ke kelompok tani lainnya," ujarnya.
BACA JUGA: Peluang Kakao Indonesia Rambah Pasar Uni Eropa
Meski pemerintah mendorong pengembangan hilir kakao, namun menurut Kasdi, hulunya juga harus ditingkatkan supaya produktivitas kakao petani meningkat. Program pemerintah di bagian hulu adalah menyiapkan benih unggul melalui program BUN 500 untuk lima tahun ke depan.
Kasdi yakin dengan benih ungggul, produktivitas kakao bisa naik 3 kali lipat dibanding sekarang. Untuk itu, kebun benih unggul dibangun di sekitar kawasan perkebunan, sehingga petani lebih murah dan mudah mendapatkan benih unggul. Budidaya juga menjadi lebih efesien dan akhirnya petani akan mampu bersaing.
Tingkatan Produktivitas
BACA JUGA: Mentan Kembalikan Kejayaan Rempah dan Kakao dengan Program Peremajaan
Karena kakao merupakan salah satu komoditi unggulan perkebunan dari 16 komoditi unggulan lainnya yang mempunyai peran ekonomi yang cukup strategis, pemerintah berharap pekebun kakao dapat meningkatkan volume dan produktivitas kakao melalui intensifikasi, perluasan lahan dan peremajaan kakao rakyat.
“Produksi dan produktivitas ini masih berpotensi untuk ditingkatkan dengan melakukan intensifikasi, peremajaan dan perluasan lahan kebun rakyat,” kata Kasdi.
Untuk mendorong produktivitas kakao rakyat, pemerintah sudah mengembangkan kakao berkelanjutan yang pada tahun 2019 telah mencapai lebih dari 477 ribu ha. Diantara pengembangan kakao ini melalui kegiatan utama perluasan, peremajaan, rehabilitasi dan intensifikasi.
Pada tahun 2019 ini, telah dialokasikan kegiatan pengembangan kakao seluas 7.730 ha melalui kegiatan peremajaan dan perluasan yang didukung operasional substation dan pilot project fertigasi kakao. Selain itu juga telah diluncurkan Kredit Usaha Rakyat (KUR) khusus perkebunan yang bisa dimanfaatkan pekebun.
Kasdi menyebutkan, ada beberapa faktor pendukung potensi kakao di tanah air bisa ditingkatkan produksi dan kualitasnya. Sebab, Indonesia memilki areal lahan yang cukup luas sesuai untuk kakao. Faktor lainnya adalah, minat pekebun cukup tinggi dan tersedianya bahan tanam unggul. “Dalam pengembangan kakao juga ada dukungan berupa paket teknologi dari pemerintah, tersedianya SDM peneliti yang berkualitas," ujarnya.
Menurut Kasdi, pengembangan kakao rakyat juga ada dukungan pemerintah pusat dan daerah yang tinggi serta potensi pasar yang besar. Data Ditjenbun Kementan menyebutkan, produksi kakao dunia saat ini sekitar 4,79 juta ton. Dari jumlah tersebut, sebagian besar dipasok oleh Pantai Gading (43 persen), Ghana (20 persen), Ekuador (6 persen), Indonesia (6 persen) dan sisanya oleh negara-negara produsen lainnya. “Jadi, kita saat ini posisinya ke empat,” ujarnya.
Data statistik perkebunan tahun 2018 (angka sementara) menyebutkan, areal kakao nasional mencapai 1.678.000 ha dengan produksi mencapai 593,83 ton/tahun. Sedangkan produktivitas kakao nasional rata-rata sebesar 737 kg/ha. Selain penghasil devisa negara, lanjut Kasdi, kakao juga menjadi komoditas sosial.
Artinya, usaha perkebunan kakao tersebut hampir 97% diusahakan oleh perkebunan rakyat yang melibatkan sekitar 1,7 juta kepala keluarga (KK). Disisi lain komoditas kakao memberikan sumbangan dalam perolehan devisa sebesar 1,24 miliar dollar AS. (jpnn)
Redaktur & Reporter : Djainab Natalia Saroh