Pemerintah Alokasikan Rp 1,3 triliun untuk Penanganan Limbah Medis Covid-19  

Jumat, 20 Agustus 2021 – 17:09 WIB
Limbah medis berupa bekas alat rapid test Covid-19. Foto: Dokumentasi Dinas Kesehatan Kabupaten Bekasi

jpnn.com, JAKARTA - Pandemi Covid-19 telah menimbulkan masalah berupa penumpukan limbah medis yang masuk kategori sebagai bahan berbahaya dan beracun (B3).

Terkait dengan hal ini, Presiden Joko Widodo meminta jajarannya untuk memberikan perhatian kepada pengelolaan limbah medis Covid-19 secara sistematis.

BACA JUGA: Tiga Langkah Utama KLHK Dalam Penanganan Limbah B3 Medis

Pemerintah pun mengalokasikan dana Rp 1,3 triliun guna mengintensifkan pembuatan sarana pengolahan limbah medis (insinerator) yang jumlahnya meningkat selama pandemi.

Dana itu akan dimanfaatkan untuk membuat sarana-sarana insinerator (pengolahan limbah) dan sebagainya.

BACA JUGA: Limbah Medis Makin Tinggi, Pemerintah Siapkan Anggaran dan Skenario

Direktur Penilaian Kinerja Pengelolaan Limbah B3 dan Limbah Non B3 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Sinta Saptarina mengatakan, limbah medis memiliki karakteristik yang berbeda, yaitu infeksius alias dapat menular.

“Karena memiliki sifat menularkan penyakit, maka harus ditangani secara khusus. Misalnya harus secepatnya ditangani dalam 2 x 24 jam di suhu normal,” ujar dia dalam dialog yang digelar KPCPEN, Kamis (19/8).

BACA JUGA: Masalah Limbah Medis, Begini Respons Satgas Covid-19

Dengan kekhasan limbah medis Covid-19, KLHK telah melakukan sejumlah respons, di antaranya menerbitkan Surat Edaran Menteri LHK Nomor 03 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Limbah B3 dan Sampah dari Penanganan Covid-19 kepada Ketua BNPB, Gubernur dan Bupati/Walikota pada 12 Maret 2021.

“Kementerian LHK juga melakukan sejumlah rekomendasi terkait hal-hal yang harus dilakukan terkait penanganan limbah medis di fasyankes, tempat vaksinasi, uji lab untuk Covid-19 hingga isolasi mandiri yang merambah sampai ke hotel,” beber Sinta.

Sinta mengatakan, limbah medis Covid-19 tidak boleh dibuang langsung ke TPA bersama limbah lainnya. Hal itu dikarenakan sifatnya mudah menular, maka harus ditangani khusus.

“Dipisahkan sesuai jenis limbahnya, kemudian ditaruh kantong plastik, dilakukan desinfeksi dan diikat rapat sebelum dibawa ke tempat pemusnahan atau pengolahan limbah B3 yang memiliki izin,” ujarnya.

Untuk memusnahkan limbah medis B3, saat ini pemerintah menjalin kerja sama dengan pabrik semen.

“Sejauh ini ada 12 pabrik semen yang membantu memusnahkan limbah medis di wilayah setempat. Diharapkan akhir tahun 2021 akan terbangun 10 fasilitas pengolahan,” kata Sinta.

Bicara tentang jasa pengolahan limbah medis Covid-19, CEO PT. Jasa Medivest Olivia Allan Sumargo mengatakan, perusahaan yang dikelolanya yang berlokasi di Dawuhan, Jawa Barat, memiliki  dua alat insinerator dengan kapasitas masing-masing 12 ton per hari.

“Jadi, totalnya sekarang bisa mengolah limbah 24 ton. Rencananya akan ditingkatkan menjadi 48 ton,” ujarnya.

Olivia mengatakan, petugas transporter yang mengangkut dan menangani limbah medis harus memakai alat keamanan lengkap, tidak ada kontak dengan limbah.

“Saat dibawa dari fasyankes ke tempat pengolahan limbah sama sekali tidak ada kontak tangan. Tidak boleh memegang apapun. Limbah langsung dimasukkan ke mesin. Semua sistem komputer. Limbah dimusnahkan, tidak ada daur ulang,” kata dia. (cuy/jpnn)

Video Terpopuler Hari ini:


Redaktur : Djainab Natalia Saroh
Reporter : Elfany Kurniawan

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler