jpnn.com, JAKARTA - PT Bank Tabungan Negara (BTN) siap menggelar rights issue, setelah pemerintah mengumumkan akan menambah modal perseroan sebesar Rp2 triliun, melalui penyertaan modal negara (PMN).
Dana hasil rights issue akan digunakan perseroan untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan rumah masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).
BACA JUGA: Atasi Ketergantungan Skincare Berbahaya dengan Salmon DNA
“Penambahan modal ini murni untuk mendukung bisnis BTN dalam pemenuhan rumah rakyat yang jumlahnya terus meningkat walaupun pada masa pandemi, sekalipun disamping backlog yang sudah ada dan tetap harus dipenuhi kebutuhannya,” ujar Wakil Direktur Utama BTN Nixon LP Napitupulu di Jakarta, Kamis (8/7).
Nixon menerangkan, penambahan modal ini murni untuk menjaga rasio permodalan perseroan, sedangkan aspek likuiditas bisa dipenuhi, baik melalui skema FLPP maupun melalui pengembangan dana pihak ketiga.
BACA JUGA: Aktif Lakukan Inovasi, BTN Optimistis Kinerja Bakal Tetap Terjaga di Masa PPKM Darurat
“Penyediaan KPR untuk memiliki rumah bagi segmen MBR ini membutuhkan penambahan modal, karena untuk menjaga ketentuan rasio permodalan (CAR) sebesar di atas 18% pada 2024,” tegas Nixon.
Dia menegasakan, sebagai bank yang fokus pada pembiayaan perumahan, peran BTN sangat penting sebagai motor penggerak ekonomi khususnya dalam sektor properti.
BACA JUGA: Slimsure, Minuman Diet yang Sehat dan Aman
Apalagi sektor properti termasuk sektor yang menjadi andalan pemerintah dalam upaya pemulihan ekonomi.
Menurut Nixon, sesuai dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN), pemerintah menetapkan setiap tahun BTN harus memenuhi pembiayaan perumahan sekitar 200.000-300.000 unit rumah hingga 2024.
Dengan tugas yang diberikan pemerintah terhadap BTN tersebut tentulah membutuhkan modal yang tidak kecil.
Dia mengungkapkan, selain untuk penyediaan KPR bagi MBR, BTN juga harus menyiapkan fasilitas kredit konstruksi bagi developer yang akan membangun perumahan subsidi.
Hal ini dilakukan agar BTN juga bisa mengurangi angka backlog perumahan yang mencapai 11 juta unit.
“Dengan upaya bersama dari seluruh pihak baik pemerintah, asosiasi, serta dibantu bank lain, bisa ada 600 ribu unit rumah yang dibiayai per tahun. Artinya pada 2030 angka backlog bisa turun menjadi 4 juta-4,5 juta,” katanya.
Nixon menuturkan, minat pembelian rumah khususnya untuk rumah subsidi masih tetap terjaga selama pandemi Covid-19.
Permintaan juga masih tumbuh untuk rumah non subsidi dengan harga sekitar Rp300 juta.
"Walaupun pandemi orang tetap akan membeli rumah terutama untuk ditempati bagi pasangan baru, jadi yang mau beli rumah tetap ada,” kata Nixon.(chi/jpnn)
Redaktur & Reporter : Yessy