Pemerintah Bubarkan FPI, Fadli Zon: Ini Praktik Otoritarianisme Sangat Telanjang

Kamis, 31 Desember 2020 – 14:20 WIB
Ketua Umum IKM Fadli Zon. Foto: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Politikus Gerindra Fadli Zon menilai Indonesia sudah masuk era otoriter setelah pemerintah melarang keberadaan Front Pembela Islam (FPI).

Menurutnya, klaim Indonesia sebagai negara demokratis runtuh atas tindakan pemerintah melarang keberadaan FPI di tanah air.

BACA JUGA: Polisi Tembak Anak dan Istri di Depok, Tetangga: Orangnya Ramah Tetapi..

"Saya melihat ini adalah persoalan bagi perkembangan demokrasi kita. Ini adalah sebuah pembunuhan terhadap demokrasi dan hak untuk berserikat atau berkumpul," kata Fadli dalam keterangan resmi yang disampaikan akun Fadli Zon Official, Kamis (31/12).

Ia mengatakan, urusan melarang dan menghentikan kegiatan sebuah organisasi kemasyarakatan (ormas), seharusnya melalui mekanisme hukum atau putusan pengadilan. 

BACA JUGA: FPI Tempuh Jalur Hukum, HNW Ingatkan Ini ke Pemerintah

Dengan begitu, kata dia, publik bisa melihat dan menilai keputusan melarang keberadaan organisasi, berada di jalur tepat atau tidak.

Namun, kata Fadli, pemerintah tidak melalui jalur hukum ketika melarang keberadaan FPI.

BACA JUGA: Fadli Zon: Selamat atas Lahirnya Front Persatuan Islam

Hal itu jelas bertentangan dengan prinsip demokrasi dan hukum yang dikedepankan Indonesia.

"Ini pokok persoalan kenapa menjadi tanda tanya besar dan ini mengakibatkan negara kita yang selalu mengklaim sebagai negara demokratis ketiga terbesar, sebenarnya sudah tidak lagi demokratis. Ini praktik otoritarianisme yang sangat telanjang," ucap Fadli. 

Ke depan, ia berharap, FPI bisa melayangkan perlawanan hukum atas keputusan pemerintah yang melarang keberadaan mereka.

"Mudah-mudahan ada upaya hukum yang merupakan pembelaan dari organisasi ini sehingga kita bisa melihat apa yang sesungguhnya terjadi," papar dia.

Sebelumnya, pemerintah menerbitkan surat keputusan bersama (SKB) tiga menteri dan tiga pimpinan lembaga tentang Larangan Kegiatan Penggunaan Simbol dan Atribut Serta Penghentian Kegiatan FPI.

Surat itu diteken Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly, Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G Plate, Jaksa Agung ST Burhanuddin, Kapolri Idham Azis, dan Kepala BNPT Boy Rafli Amar.

Dalam pertimbangannya, SKB tertanggal 30 Desember itu untuk menjaga eksistensi Pancasila dan menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

"Bahwa untuk menjaga eksistensi ideologi dan konsensus dasar bernegara, yaitu Pancasila, UUD RI 1945, keutuhan NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika," ucap Wamenkumham Eddy Omar Sharif Hiariej.

Kemudian, kata Eddy, SKB diterbitkan setelah melihat anggaran dasar FPI yang melanggar Pasal 2 UU Nomor 17 Tahun 2013 tentang Ormas sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 16 Tahun 2017 tentang penetapan Perppu Nomor 2 Tahun 2017 tentang perubahan atas UU Nomor 17 Tahun 2013 tentang Ormas menjadi UU.

Pertimbangan berikutnya, kata Eddy, FPI tidak kunjung memiliki Surat Keterangan Terdaftar (SKT) dari Kemendagri. SKT FPI sebagai Ormas hanya berlaku per 20 Juni 2019.

"Sampai saat ini FPI belum memenuhi persyaratan untuk memperpanjang SKT tersebut. Oleh sebab itu secara De Jure terhitung mulai tanggal 21 Juni 2019 FPI dianggap bubar," tutur Eddy. (ast/jpnn)

Yuk, Simak Juga Video ini!


Redaktur & Reporter : Aristo Setiawan

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler