Pemerintah Buka Keran Ekspor Mineral Mentah

Sabtu, 08 Oktober 2016 – 10:20 WIB
Ilustrasi. Foto: Jawa PosCom

jpnn.com - JAKARTA – Rencana Kementerian ESDM merevisi PP No 1 Tahun 2014 tentang Kegiatan Usaha Mineral dan Bahan Tambang merembet ke mana-mana.

Selain memperpanjang waktu penyelesaian fasilitas pemurnian mineral (smelter) untuk kali ketiga, revisi itu membuka izin ekspor mineral mentah tiga hasil tambang. Yakni, nikel, bauksit, dan tanah jarang (monazite).

BACA JUGA: Anak Usaha AP II ini Bakal Kembangkan 3 Bandara

Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM Teguh Pamudji menyatakan, keputusan tersebut diambil karena tidak ada smelter di dalam negeri yang bisa mengolah tiga hasil tambang itu. ’’Diberi izin karena tidak bisa diolah di dalam negeri,’’ jelasnya.

Dia menambahkan, smelter di dalam negeri hanya mampu mengolah bijih nikel (ore) secara terbatas. Yakni, high grade saprolit ore (HGSO) atau yang memiliki kandungan nikel lebih dari dua persen.

BACA JUGA: Proyek Kereta Api Cepat Jakarta-Bandung Molor

Padahal, mayoritas bijih yang ditemukan merupakan low grade saprolit ore (LGSO) dengan kandungan nikel kurang dari 1,8 persen.

Agar hasil tambang tidak terbuang dengan sia-sia, Kementerian ESDM membuka izin ekspor ore. Waktu yang diberikan sama, yakni tiga hingga lima tahun. ’’Deadline Januari 2017 hampir berakhir. Tapi, dari 27 smelter, yang (pembangunannya selesai, Red) mendekati 100 persen hanya tujuh,’’ kata Teguh.

BACA JUGA: Tenang, Tak Perlu Ribet Lagi Cari Slot Parkir di Bandara

Sisanya baru selesai sekitar 50 persen, bahkan ada yang 30 persen. Karena itu, kementerian memberi waktu ekspor ore hingga lima tahun.

Sebenarnya, produsen nikel Vale Indonesia mampu mengolah bijih dengan kandungan nikel 1,5 persen. Namun, keran ekspor tetap dibuka karena bisa jadi hanya Vale yang bisa mengolah bijih dengan kandungan nikel yang minim.

’’Smelter lain belum bisa. Yang saya tahu, yang bisa diolah di Indonesia hanya yang di atas dua persen,’’ ungkapnya.

Teguh sudah meminta Dirjen Minerba Bambang Gatot Ariyono melakukan sosialisasi kebijakan pada Senin (10/10). Koordinasi dengan Kementerian Perindustrian juga sudah dilakukan.

Kementerian sempat mengkhawatirkan kekurangan pasokan ore bagi smelter domestik. Namun, ekspor ore dibatasi Kementerian ESDM menjadi 10–15 juta ton.

Teguh juga memastikan revisi peraturan pemerintah itu tidak menentang UU Minerba yang memuat larangan ekspor untuk memperkuat hilirisasi dalam negeri.

Sebab, larangan yang tercantum dalam pasal 102, 103, dan 170 di UU tersebut hanya dibuat untuk kontrak karya dan berlaku selama lima tahun. Sementara itu, pasal 102 dan 103 tidak punya batasan waktu.

Karena itu, Teguh membantah anggapan bahwa PP No 1 Tahun 2014 keliru menerjemahkan UU Minerba.

Revisi itu diyakini tidak merusak kepercayaan investor. ’’Sudah dipertimbangkan. Mulai kepentingan investor yang membangun smelter hingga ekonomi nasional,’’ tuturnya. (dim/c5/noe)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Simak! Tarif Terbaru Tol Penghubung Bandara Soetta dan Jakarta


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler