Pemerintah dan DPR Dituding Tidak Berempati, Begini Respons Firman Soebagyo

Senin, 20 April 2020 – 23:41 WIB
Politikus Golkar sekaligus Anggota Baleg DPR Firman Soebagyo. Foto: dokumen JPNN.Com

jpnn.com, JAKARTA - Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR Firman Soebagyo mengajak berpikir menggunakan pikiran  secara jernih dalam menyikapi pembahasan Omnibus Law RUU Cipta Kerja yang digagas pemerintah. 

Firman memastikan dalam RUU itu pemerintah dan DPR mengedepankan dan memikirkan nasib pekerja informal dan yang menganggur. 

BACA JUGA: Jangan Berasumsi yang Tidak-Tidak Soal RUU Cipta Kerja

“Ada persoalan besar yang harus diperjuangkan yaitu pekerja informal yang masih begitu besar jumlahnya. Apalagi, sesudah pandemi Covid-19 ini akan makin banyak pengangguran baru,” kata Firman dalam keterangannya, Senin (20/4).

Ia menjelaskan jumlah pekerja informal dan yang menganggur ada sekitar 70 persen dari tenaga kerja.

BACA JUGA: Baleg DPR Minta Jangan Politisasi Pembahasan RUU Cipta Kerja

Sementara, yang formal atau sudah bekerja hanya 30 persen. Menurutnya, serikat buruh (SB) yang ada sekarang anggotanya tidak lebih dari lima juta orang. Mereka sudah puluhan tahun memiliki kepastian hidup serta jaminan kerja.

“Oleh karena itu sudah saatnya negara hadir untuk memikirkan dan menyiapkan lapangan kerja bagi yang belum bekerja,” ungkap politikus Partai Golkar itu.

BACA JUGA: RUU Cipta Kerja Dinilai Jadi Langkah Konkret Pemulihan Ekonomi PascaCovid-19

Menurut dia, negara punya kewajiban untuk menyiapkan lapangan kerja bagi para mahasiswa. 

Selain itu, kata dia, untuk mahasiswa yang akan lulus juga harus mendapatkan kesempatan kerja yang sama.

Patut disyukuri, kata Firman, di tengah kesulitan akibat pandemi Covid-19, pemerintah masih menyediakan Kartu Prakerja. Baik itu untuk yang sudah tidak kerja akibat pemutusan hubungan kerja (PHK), yang dirumahkan, maupun angkatan kerja baru.

“Semua dipersiapkan secara dini sehingga pada saatnya ekonomi membaik mereka siap utuk bekerja kembali,” katanya.

Firman menjelaskan RUU Cipta Kerja  justru akan menjadi platform atau dasar hukum pemerintah melaksanakan rencana kerjanya ke depan.

Menurut dia, persiapan itu harus dilakukan dari sekarang. Kalau menyiapkannya setelah pandemi, maka akan ketinggalan dengan negara lain, dan ada 251 negara lebih yang sama-sama kena imbas Covid-19.

“Jadi, kalau ada yang berpendapat pembahasan RUU harus ditunda menunggu pasca -pandemi virus corona, pandangan saya itu pemikiran sesat yang hanya memikirkan diri sendiri,” ujar anggota Panja RUU Cipta Kerja ini.

Firman berpandangan musibah Covid-19 ini harus dijadikan tantangan sekaligus peluang. Karena itu, kata dia, RUU Cipta kerja merupakan bentuk kehadiran negara dalam mengatasi dan menyelesaikan persoalan bangsa terkait ekonomi, pengangguran dengan menciptakan iklim investasi yang sehat, kondusif, dan berkepastian hukum.

“Dengan adanya investasi maka lapangan kerja akan sangat terbuka,” katanya.

Firman menepis pandangan berbagai pihak yang menyatakan pemerintah dan DPR tidak punya empati karena membahas RUU Cipta Kerja di tengah pandemi Covid-19.

Menurut dia, pemerintah sudah memberikan perhatian besar dalam penanganan corona, baik dari sisi anggaran hingga membentuk Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 yang dipimpin Kepala BNPB Letjen Doni Monardo.

“Semua sudah bekerja keras selama ini,” tegasnya.

Lebih lanjut, Firman meminta kelompok-kelompok tertentu yang hanya bicara kepentingan kelompoknya janganlah membuat pernyataan-pernyataan provokatif terlebih dengan bernada ancaman.

Dia menegaskan hal itu sangat menyesatkan apalagi dalam situasi kondisi bangsa yang sedang seperti ini.

“The show must go on. Biarlah anjing menggongong kafilah tetap berlalu. Saya meyakini semua perbuatan baik akan membawa kemanfaatan bangsa dan negara ini akan selalu mendapat rida Allah SWT. Mohon doanya,” tuntasnya.(boy/jpnn) 


Redaktur & Reporter : Boy

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler