Pemerintah Diajak Perhatikan Pengembangan Teknologi Industri Tembakau

Jumat, 20 September 2019 – 19:39 WIB
Petani tembakau. Ilustrasi Foto: Radar Solo/dok.JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (Lakpesdam) PBNU mengajak pemerintah memperhatikan pengembangan teknologi terutama di industri rokok.

Ketua Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (Lakpesdam) PBNU, Rumadi menuturkan hal ini perlu dilakukan sebagai upaya untuk mengatasi masalah rokok di Indonesia melalui pendekatan harm reduction (pengurangan risiko) dengan penggunaan produk tembakau alternatif.

BACA JUGA: Pemerintah Diharap Perhatikan Pengembangan Inovasi di Industri Tembakau

“Pemerintah harus punya perhatian lebih, terutama sekarang kan dikembangkan teknologi dan berkembang di semua sektor termasuk industri rokok,” ujar Rumadi.

Rumadi melihat, saat ini pemerintah belum memberikan ruang alternatif untuk melakukan pengembangan teknologi di industri tembakau, yang memungkinkan terjadinya pengurangan risiko merokok. 

BACA JUGA: Pemerintah Diminta Beri Insentif Fiskal bagi Produk Tembakau Alternatif

Padahal jika dibandingkan dengan negara Asia lainnya seperti Korea, pendekatan harm reduction sudah mulai disosialisasikan kepada pemangku kepentingan, sehingga semua pihak mendapatkan pemahaman yang holistik.

Salah satu langkah konkrit dengan diadakannya Asia Harm Reduction Forum (AHRF) ke-3 yang dilakukan di Seoul Korea Selatan beberapa waktu lalu. 

Forum tersebut menjembatani para pemimpin untuk berbagi pandangan dan pengalaman tentang masalah pengurangan bahaya bagi kesehatan.

“Kan sekarang dari tembakau juga mulai dikembangkan, ada paradigma harm reduction, ada produk-produk yang risikonya lebih kecil, ada rokok yang tidak dibakar tapi dipanaskan, yang saya lihat pemerintah belum memberikan ruang untuk mendiskusikan hal-hal seperti itu,” kata Rumadi.

Nah, jika pemerintah serius dalam mengurangi risiko merokok, harusnya industri tembakau yang memiliki inisiatif pendekatan pengurangan risiko mendapatkan peluang untuk didorong.

Sayangnya saat ini pemerintah masih menggunakan paradigma kesehatan ketimbang dari sisi inovasi dan teknologi.

Ditambahkan Rumadi, pendekatan harm reduction itu salah satu yang bisa ditempuh, yang harus menjadi paradigma baru dalam melihat industri tembakau di tengah gencarnya kampanye anti tembakau. 

Apalagi Industri Hasil Tembakau (IHT) saat ini sedang menghadapi tekanan dari pegiat kesehatan.

“Kalau mau mencari keseimbangan, kita tidak mungkin mematikan industri rokok, dengan kondisi Indonesia sekarang, risikonya terlalu besar. Tetapi mengabaikan aspek kesehatan soal tembakau saya rasa juga tidak fair, maka memang harus dicari keseimbangan,” tutur Rumadi.

Dengan potensi yang dimiliki produk tembakau alternatif dalam menekan jumlah perokok, menurut Rumadi, pemerintah segera mendorong regulasi baru.

Saat ini, aturan yang mengatur produk tembakau alternatif baru berupa pengenaan tarif cukai 57 persen. 

“HPTL berpotensi memiliki risiko kesehatan yang lebih rendah, nah ini yang harus dijadikan fokus oleh pemerintah. Kalau bias iklim regulasi seperti cukai seharusnya juga bisa lebih rendah,” tandas dia.(chi/jpnn)


Redaktur & Reporter : Yessy

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler