JAKARTA — Pemerintah didesak bersikap tegas dalam menyikapi notifikasi larangan ekspor Crude Palm Oil (CPO) asal Indonesia oleh pemerintah Amerika Serikat (AS). Sikap pemerintah AS itu harus dibalas dengan cara menolak masuknya produk-produk negeri Paman Sam itu ke Indonesia.
Hal tersebut disampaikan pengamat ekonomi dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), M Fadhil Hasan, saat berbicara dalam diskusi bertema “Prospek Industri Sawit 2012” di pressroom Nusantara III, gedung DPR, Senayan Jakarta, Rabu (29/2). “Pemerintah harus berani bersikap, jika ada negara yang mencoba memboikot ekspor dari Indonesia. Kita juga jangan mau kalah, semua produk dari negara pemboikot juga harus diboikot,” tegas Fadhil.
Fadhil yang juga Direktur Eksekutif Gabungan Pengusahan Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) itu menjelaskan, notifikasi dari AS yang dikenal dengan Notice of Data Availability (NODA) bukan merupakan larangan, melainkan pemberitahuan dari Environmental Protection Agency (EPA) AS. Berdasarkan analisis EPA, CPO Indonesia tidak memenuhi standar untuk bahan biofuel, dimana standar emisi CPO harus 20 persen.
EPA menuduh standar emisi CPO dari Indonesia tidak di batas 20 persen. “EPA mempersilahkan stake holder industri sawit di seluruh dunia memberikan tanggapan terhadap analisis tersebut sampai 28 Maret 2012. Hal ini hanya berlaku untuk CPO yang akan digunakan sebagai biofuel. Sementara untuk bahan makanan tidak ada hambatan atau larangan ekspor,” jelasnya.
Fadhil menambahkan, sejauh ini belum ada dampak penurunan permintaan CPO pascakeluarnya NODA pada 27 Januari. Adapun volume ekspor CPO ke AS sepanjang 2011 mencapai 62 ribu ton dengan nilai 66.650.000 dolar AS atau sekitar Rp600,7 miliar. “Tahun ini kita belum menetapkan target ekspor CPO,” ujarnya. (fas/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... BBM Naik, Beras Naik
Redaktur : Tim Redaksi