Pemerintah Diminta Mengevaluasi Kebijakan HGBT

Kamis, 14 Maret 2024 – 11:47 WIB
Ilustrasi anjungan minyak dan gas bumi lepas pantai. (ANTARA/HO-Pertamina)

jpnn.com, JAKARTA - Pemerintah diminta untuk lebih berhati-hati dalam memutuskan kebijakan subsidi gas bumi ke sejumlah industri tertentu.

Selain dampak yang ditimbulkan dari kebijakan ini belum jelas, pemerintah juga tekor akibat kehilangan pendapatan di hulu migas hingga puluhan triliun rupiah guna memberikan subsidi harga kepada 7 sektor industri tertentu tersebut.

BACA JUGA: Rayakan Anniversary ke-20, Momogi Bikin Kompetisi untuk Anak-anak Berkreasi

Founder & Advisor Reforminer Institute, Lembaga Riset Pertambangan dan Ekonomi Energi, Pri Agung, mengatakan dampak yang diharapkan dari kebijakan harga gas tertentu belum jelas.

Terutama dari aspek peningkatan pajak dan multiplier efek dari perusahaan-perusahaan penerima gas subsidi tersebut.

BACA JUGA: SIG Kembali Raih Apresiasi P3DN Terbaik dari Kemenperin

“Sangat perlu untuk dievaluasi dari aspek biaya dan manfaatnya terhadap kebijakan yang sudah berjalan. Yang jelas kebijakan ini membuat penerimaan negara berkurang,” jelas Pri Agung.

Evaluasi terhadap kebijakan harga gas bumi tertentu alias HGBT juga dinilai tidak akan berdampak terhadap daya saing industri dalam negeri.

BACA JUGA: Sukses Hidupkan Berbagai Unit Usaha, Desa Sukomulyo jadi Pemenang Desa BRILiaN

Selain komponen gas bumi untuk beberapa industri kontribusinya rendah, daya saing sebuah industri dipengaruhi oleh banyak aspek.

“Ada banyak faktor yang memengaruhi daya saing sebuah industri. Seperti permintaan pasar, sumber daya, strategi industri dan juga keterkaitannya dengan industri pendukung dalam mata rantai industri tersebut. Harga gas hanya salah satu aspek dari sumberdaya, khususnya aspek biaya,” imbuh Pri Agung.

Berdasarkan data pemerintah pada 2022, komponen biaya gas dalam biaya produksi bervariasi.

Sejak digulirkan pada April 2020, kebijakan HGBT terus menimbulkan pro dan kontra.

Salah satu faktor pemicunya adalah dampak yang ditimbulkan oleh kebijakan ini tidak pernah terungkap.

Sementara kementerian ESDM sebagai lembaga yang menerbitkan kebijakan ini mengungkapkan bahwa subsidi HGBT telah menghilangkan pendapatan negara hingga sekitar Rp 30 triliun.

Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Ditjen Migas, Kementerian ESDM, Tutuka Ariadji mengatakan, kehilangan penerimaan negara terjadi pada sektor hulu minyak dan gas bumi.

Itu akibat penyesuaian harga gas bumi setelah menghitung bagi hasil produksi migas antara bagian pemerintah terhadap kontraktor.

"Terkait penurunan-penurunan penerimaan bagian negara atas HGBT ini, kewajiban mereka kepada kontraktor yaitu sebesar 46,81 persen atau Rp 16,46 triliun pada 2021 dan 46,94 persen atau Rp 12,93 triliun tahun 2022," kata Tutuka.

Jumlah kerugian negara tersebut diperkirakan akan membesar, mengingkat potensi pendapatan negara yang hilang dari kebijakan ini di tahun 2023 dan 2024 belum masuk perhitungan.(chi/jpnn)


Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler