Pemerintah Diminta Hati-Hati Susun Kebijakan BBM

Selasa, 06 September 2022 – 08:30 WIB
Kebijakan BBM. Foto: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Praktisi Hukum Kepailitan dari kantor Frans & Setiawan Law Office, Hendra Setiawan Boen mengatakan selain menurunkan daya beli masyarakat, kenaikan harga BBM Pertalite dan rencana pembatasannya akan membebani distribusi di semua sektor usaha.

Akibatnya, harga barang-barang tersebut berpotensi melonjak hingga 30 persen.

BACA JUGA: PKS Sebut Kenaikan Harga BBM Triple Horor, Sangat Mengkhawatirkan

Masyarakat pun akhirnya akan makin mengecangkan ikat pinggang terhadap barang yang dianggap non-esensial.

Padahal ekonomi Indonesia selama ini ditopang oleh konsumsi masyarakat.

BACA JUGA: Hyundai Stargazer Bisa Pakai Jenis BBM Pertalite, Tetapi...

“Oleh karena itu saya melihat BLT pemerintah sebesar Rp 600.000 sebagai bantal sosial kepada masyarakat tidak dapat menutup tambahan pengeluaran akibat kenaikan BBM dan barang-barang tersebut, “ ujar Hendra dalam keterangan resminya, Selasa (6/9).

Dampak lainnya, menurut Hendra, ialah para pekerja akan meminta kenaikan upah untuk menyesuaikan biaya hidup, yang ini bisa membebani arus kas perusahaan sehingga berpotensi terjadi PHK besar-besaran.

BACA JUGA: Sindir Pemerintah Soal Harga BBM Naik, Cita Citata: Saya Capek, Masa Kita Kalah Sama Patung

Perusahaan yang arus kasnya macet juga berpotensi diajukan pailit atau PKPU oleh kreditur bila pembayaran utang mereka tidak lancar.

Belum lagi dampak keamanan dan ketertiban sosial akibat demo-demo masyarakat yang mulai bermunculan.

Hendra mempertanyakan alasan pemerintah menaikkan harga, padahal harga minyak dunia sedang turun dan ada SPBU swasta bisa menjual BBM Rp 8.900.

"Lucunya malah pemerintah meminta SPBU swasta tersebut menaikkan BBM mereka," dia mengatakan.

Hendra menyebut adanya SPBU swasta menjual harga BBM non-subsidi di bawah harga BBM subsidi membuktikan produksi dan penyalurannya tidak efisien.

“Jadi, sebelum pemerintah menaikkan BBM, bukan kah lebih baik jalur produksi dan distribusi diperbaiki serta mengurangi biaya-biaya yang tidak perlu," ucap dia.

“Pemerintah justru banyak mengeluarkan biaya besar untuk membangun proyek-proyek mercusuar."

Hendra juga mempertanyakan pembatasan pembelian BBM yang dinilai banyak dikonsumsi mobil mewah dan orang kaya.

“Pembatasan 1.500 cc sudah benar karena mobil saat ini sudah menjadi kebutuhan pokok rakyat. Hanya karena orang punya mobil bukan berarti dia orang kaya. Namun, pemerintah malah menurunkan menjadi 1.400 cc."

“Akibatnya orang dengan mobil seperti Avanza dkk tidak bisa membeli BBM subsidi padahal driver Grab dan Gocar rata-rata memakai mobil tersebut. Jadi, logika pemerintah untuk membenarkan kebijakan mereka sama sekali tidak logis.” tutup Hendra. (rdo/jpnn)

Video Terpopuler Hari ini:

BACA ARTIKEL LAINNYA... SAS Institute Nilai Pengalihan Subsidi BBM Bukan Solusi


Redaktur & Reporter : M. Rasyid Ridha

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler