jpnn.com, JAKARTA - Said Aqil Siradj (SAS) Institute meminta pemerintah menghitung ulang dampak kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) terhadap masyarakat, terutama kalangan ekonomi lemah.
Bagi SAS Institute, nasib rakyat harus jadi pertimbangan utama pemerintah dalam menyusun kebijakan.
BACA JUGA: Demo Tolak Kenaikan BBM Ricuh, Mahasiswa UNM Bentrok dengan Warga, 2 Remaja Kena Panah
"Dalam hal ini, yang harus dikedepankan adalah nasib dan kemaslahatan rakyat bukan elite," kata Direkstur Ekskutif SAS Institute Sa’dullah Affandy.
Selain itu, SAS Institute menilai pengalihan subsidi melalui bantuan sosial langsung bukanlah solusi yang tepat.
BACA JUGA: YLKI Khawatir Harga BBM Jadi Kedok Menaikkan Harga Pangan
Di masa mendatang, selain mengatur subsidi agar tepat sasaran, pemerintah harus memperhatikan keadilan dan kesejahteraan masyarakat.
SAS Institute juga menuntut pemerintah mencari solusi jangka panjang bagi permasalahan pasokan bahan bakar minyak.
BACA JUGA: BBM Naik, Begini Kalimat Mahasiswa Makassar untuk Rezim Jokowi
"Yakni, dengan meningkatkan eksplorasi dan produksi migas nasional agar mengurangi impor minyak dan bisa menjadi negara pengekspor minyak. Juga dibarengi dengan ikhitiar beralih dari energi fosil ke energi baru terbarukan," beber dia.
Langkah penting lainnya, lanjut Sa'dullah, adalah mentransformasi Pertamina jadi perusahaan profesional yang terbebas dari intervensi oligarki.
"SAS Institute menyikapi kebijakan pemerintah yang tidak populer ini agar tidak menambah beban dan penderitaan bagi masyarakat kecil," pungkas dia. (dil/jpnn)
Video Terpopuler Hari ini:
Redaktur & Reporter : M. Adil Syarif