Pemerintah Diminta Lindungi Petani dan Nelayan

Selasa, 04 Februari 2014 – 23:26 WIB

jpnn.com - BANDUNG - Cuaca ekstrem akhir-akhir ini memberi dampak buruk terhadap nasib petani dan nelayan. Para petani gagal panen karena sawahnya terendam banjir, para nelayan tidak bisa melaut karena badai dan gelombang pasang di sejumlah perairan di Indonesia. Alam yang tak bersahabat ini membuat perekonomian petani dan nelayan semakin terpuruk.  

"Mereka harus bertahan hidup dengan gali lubang tutup lubang, alih profesi menjadi buruh serabutan atau menjual barang yang dimiliki untuk bisa makan. Kalau ini dibiarkan, ketahanan pangan nasional bisa terganggu. Karena itu, pemerintah harus segera turun tangan membantu petani dan nelayan dengan merealisasikan penggantian biaya gagal panen yang dialami petani dan memberikan jaminan sosial kepada nelayan," kata Capres Konvensi Partai Demokrat, Ali Masykur Musa,  saat berdialog dengan petani dan nelayan Jawa Barat di Bandung, Selasa (4/2).
 
Anggota BPK RI yang membidangi audit sektor pangan ini menegaskan, Undang-Undang (UU) No 19 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani telah secara tegas memandatkan kepada pemerintah untuk melindungi petani dengan dana darurat ketahanan pangan akibat force majeure. Karena itu, Ali mendesak agar pemerintah tidak mempersulit proses pencairan ganti rugi agar nasib petani dan nelayan di Indonesia tidak terancam oleh keadaan kahar ini.

BACA JUGA: Ical tak Pernah Takuti Isu Kasus Lapindo

Dalam jangka panjang, Ali Masykur meminta agar road map pembangunan nasional harus menempatkan petani dan nelayan di tempat terhormat sebagai soko guru pembangunan. Petani dan nelayan sama sekali tidak boleh diabaikan karena mereka adalah segmen terbesar dari total angkatan kerja di Indonesia.

“Sektor pertanian dan perikanan mempekerjakan sekitar 44 persen tenaga kerja di Indonesia. Sayangnya,  nasib mereka masih terpinggir di negeri ini. Padahal, kita dikenal sebagai negeri agraris terbesar yang juga sekaligus sebagai negeri maritim terluas di Asia Tenggara," tegas Ketua Umum PP ISNU ini.  

BACA JUGA: Kader Moncer PDIP Bukan Hanya Jokowi

Berbagai persoalan terus menghimpit nasib petani dan nelayan di Indonesia, mulai dari penyusutan lahan pertanian, hancurnya infrastruktur irigasi, kelangkaan pupuk untuk petani dan tersendatnya pasokan solar untuk nelayan hingga gagalnya para petani dan nelayan menguasai pasar pangan domestik karena sistem logistik yang tidak memadai.

Ujungnya menjadi petani dan nelayan tidak bisa memperbaiki nasib kesejahteraan sehingga banyak yang alih profesi. Selama 10 tahun (2003-2013), jumlah petani menyusut sebesar 5 juta sehingga kini jumlah keluarga tani tinggal 26 juta. Begitu juga dengan nelayan. Pada periode yang sama, jumlah nelayan merosot sekitar 25 persen sehingga jumlah keluarga nelayan tangkap tinggal 2,8 juta keluarga.

BACA JUGA: KPK Sisir Transaksi Keuangan Adik Atut

Ali Masykur mengungkapkan, jika petani dan nelayan tidak sejahtera, maka tidak bisa diharapkan menjadi penyangga ketahanan pangan nasional. Akibatnya, kebutuhan pangan nasional akan bergantung kepada impor.

"Ini sangat berbahaya karena urusan pangan adalah soal hidup dan mati. Menyerahkan pemenuhan kebutuhan pangan kepada pasar sama halnya menggadaikan kedaulatan negara," pungkasnya.(fuz/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Kejagung Garap Kadis Pertanian Aceh


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler