jpnn.com, JAKARTA - Pemerintah diminta segera mengembangkan bioenergi dari bahan baku limbah pertanian atau cellulosic ethanol.
Menurut peneliti International Council on Clean Transportation (ICCT), Tenny Kristiana, Indonesia memiliki bahan baku berlimpah untuk memproduksi celluloosic ethanol.
BACA JUGA: Tempat Cuci Tangan dari Limbah Kaleng Jadi Bisnis yang Tetap Eksis saat Pandemi
Dia menjelaskan, ada banyak keuntungan yang bisa didapat dari bioenergi limbah pertanian.
Antara lain, mengurangi pembuangan limbah, menurunkan emisi gas rumah kaca, hingga menghemat subsidi.
BACA JUGA: Masalah Limbah Medis, Begini Respons Satgas Covid-19
Berdasarkan studi yang dilakukan ICCT, kata Tenny, produksi cellulosic ethanol bisa mencapai dua miliar per tahun dengan 30 juta ton biomasa kelapa sawit yang tidak terpakai.
“Angka itu setara dengan empat persen permintaan minyak per tahun pada 2019,” kata Tenny dalam webinar Future Energy Tech Innovation and Forum yang diselenggaraka Katadata pada sesi The Next Generation Biofuels, Selasa (9/3).
Tenny menambahkan, cellulosic ethanol merupakan biofuels generasi kedua yang memerlukan teknologi lebih maju dibandingkan ethanol konnvensional.
Oleh karena itu, kata dia, pemerintah harus memberikan subsidi untuk produksi cellulosic ethanol.
Pihaknya memperkirakan subsuidi yang harus diberikan maksimal Rp 7.000 per liter.
Menurut dia, angka itu lebih murah dibandingkan subsidi bioenergi lain.
“Bahkan masih jauh lebih murah dibandinkan negara lain yang sudah memroduksi cellulosic ethanol yang harus mengeluarkan subsidi Rp 16 ribu per liter,” ujar dia.
Selain itu, ada beberapa hal penting lain kenapa pemerintah harus mulai mengembangkan cellulosic ethanol.
Antara lain, membantu mengurangi impor bahan bakar dan menekan defisit perdagangan, mengembangkan industri baru dan menciptakan lapangan pekerjaan serta praktik konversi limbah menjadi energi dapat masuk dalam ekonomi sikular.
Ketua SDGs Institut Teknologi Bandung Tirto Prakoso mengatakan, bioenergi merupakan hal yang sangat penting bagi Indonesia.
Sebab, penggunanan energi yang ramah lingkungan bisa menghindari kemungkinan efek bencana dari akumulasi gas rumah kaca.
“Selain itu, penggunaan bioenergi juga bisa meringankan ancaman keamanan energi yang disebabkan oleh harga minyak bumi yang terus meningkat dan kergantungan energi pada pihak luar negeri,” jelasnya. (jos/jpnn)
Redaktur & Reporter : Ragil